Rabu, 09 Juli 2008

Bahasa Cinta


Bahasa Cinta,
Bahasa manusia terjujur, tersuci, dan terindah.
Bahasa itulah yang telah kita dengarkan bahkan sejak sebelum kita dilahirkan.
Sementara anggota tubuh kita terbentuk, kita mendengar bahasa Cinta,
dari Ibu yang mengandung kita, sembilan bulan lamanya.

Saat akhirnya kita dilahirkan pun,
kita masih bisa mendengar sayup-sayup suaranya.
Ada pelukan Ibu, ada suara Ayah.
Ada sepasang payudara yang selalu memberikan susu,
dan ada wajah-wajah cerah yang menyambut kehadiran kita di dunia.
Tapi,
sejak saat itu pula, kita mengenal bahasa lain.
Bahasa yang lebih kasar, lebih keras, dan lebih dingin.
Bahasa yang kemudian mengambil alih perhatian kita.
Kita tidak lagi mendengarkan bahasa Cinta, karena ia terlalu halus;
sementara bahasa Pasar mengepung kita dari segala penjuru.
Kita mendengar bahasa Pasar dan kita berbicara dengan bahasa Pasar,
sementara bahasa Cinta sendiri, terlupakan sama sekali.


***


Kita semua telah melupakan bahasa Cinta;
kalaupun mengingatnya, kita sangat jauh dari fasih.
Lihat apa yang dunia ini ajarkan pada kita: memiliki atau kehilangan.
Segalanya diukur dengan nominal untung dan rugi.
Kita masih mendengar istilah cinta, tapi bukan dalam bahasa Cinta,
melainkan dengan bahasa Pasar.
Kebahagiaan dalam bahasa Pasar identik dengan memiliki banyak hal.
Dan cinta dianggap sebagai memiliki pasangan dan saling menuntut.
Cinta tidak lagi dipahami sebagai cinta itu sendiri,
melainkan dikenal melalui kompromi dan untung-rugi.
Kita tidak mengenal cinta karena kita besar dengan bahasa Pasar,
hingga cinta dibakukan dengan istilah-istilah HTS, teman-tapi-mesra, pacar, tunangan,
bahkan dilembagakan secara hukum dengan nama pernikahan.
Namun cinta bukanlah HTS, teman-tapi-mesra, pacar, tunangan, atau pernikahan.
Cinta hanyalah cinta.
Kita perlu mempelajari lagi bahasanya untuk mengerti hakikatnya.

Sayangnya, tidak ada kursus bahasa Cinta.
Kita bisa menemukan dengan mudah kursus bahasa asing di mana-mana.
Tapi tanyakan padaku, di mana kita bisa belajar bahasa Cinta.
Dan Aku akan menjawab,
Kau harus mendengarkan suara hatimu yang paling murni, yang paling dalam,
karena hati adalah satu-satunya guru bahasa Cinta.


***


Namun bahkan aku sendiri belumlah fasih.
Maafkan Aku, Puteriku.
Maafkan Aku yang belum bisa juga mencintaimu dengan tulus,
Maafkan Aku yang belum sepenuhnya fasih dengan bahasa Cinta.
Kadang kupikir, Aku telah belajar banyak,
Namun ketika Kau terlepas, aku tahu bicaraku masih tergagap-gagap.
Bantu Aku belajar lebih banyak lagi,
hingga Aku bisa mencintaimu,
dan tidak merasa kehilangan saat Kau pergi;
hingga Aku fasih berbahasa, dengan bahasa Cinta.

Kelak kalau sudah lebih mahir kelak,
Aku akan membuka sekolah pelajaran bahasa Cinta.
Sekolah yang mengajarkan manusia untuk berhenti berpikir,
untuk mulai menggunakan hati.
Agar manusia mengerti bahwa kebahagiaan tidak sama dengan memiliki.