tag:blogger.com,1999:blog-55956973242811098692024-02-07T04:19:24.516-08:00The Knight's Black BoxKumpulan Catatan Hidup Sang KsatriaRizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.comBlogger41125tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-90895744194721423282009-03-01T04:35:00.000-08:002009-03-01T07:12:31.081-08:00Hijrah<span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" >Setahun sudah saya menjalankan The Knight's Black Box ini. Sudah banyak artikel saya terbitkan di sini. Sudah cukup banyak juga pembacanya. Melampaui ekspektasi saya sebelumnya. Betapa saya merasa nyaman menjalankan blog ini.<br /><br />Namun tidak ada yang abadi. Semua hal berubah. Dan karenanya kita harus selalu berevolusi.<br />Berevolusi menjadi lebih baik dari sebelumnya.<br /><br />Dan karenanya, saya tidak bisa menetap.<br />Tempat ini tidak bisa lagi sepenuhnya menampung cita-cita saya.<br /><br />Maka dari itu, saya hijrah.<br /><br />Kunjungi saya sekarang di situs baru saya, <a href="http://www.thesoulsanctuary.us">The Soul Sanctuary</a>. Di sana ada tulisan baru setiap minggunya secara rutin. Tulisan-tulisan yang lebih terfokus untuk pengembangan jiwa. Kunjungi situs baru saya, dan berikanlah komentar agar saya tahu masukan Anda.<br /><br />Terima kasih banyak atas dukungannya selama ini. Terima kasih banyak telah menyempatkan diri datang ke sini, sekali ataupun secara rutin. Sampai jumpa di <a href="http://www.thesoulsanctuary.us">The Soul Sanctuary</a>. Semoga kita bisa tetap saling bercermin, dan saling belajar :)</span><span style="font-size:85%;"><br /></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com26tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-85953852380739016912009-01-13T06:43:00.000-08:002009-01-14T07:20:09.769-08:00Testing<span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Test. Ini kali pertamanya aku memanfaatkan ponsel yang sudah setahun ini untuk blogging. Sebagus apa ya? Soalnya kalo lewat HP fitur editing text-nya nggak jalan. Kayaknya agak nyebelin juga klo bgitu. Mungkin bisa post dulu baru edit belakangan setelah bisa online dengan laptop? Atau mungkin... apakah kita bisa menetapkan default setting untuk font-nya? We'll see then..</span><br /><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anyway, inilah postingan pertama gw dari hape... ternyata capek juga ya blogging lewat HP?</span><br /><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Eh, wait... IS THERE CHARACTER LIMIT? WHAT???</span><br /><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Update: The character limit problem has now been solved with the use of Opera Mini. Nice. Still, font-editing is not enabled though. Oh well, it's still better than nothing at all, I guess =)<br /><br />Second update: This text is later editable thru' laptop... this should be fun :)<br /></span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-11194048845027580422008-12-30T18:26:00.000-08:002008-12-30T18:27:58.753-08:00Persembahan untuk Anda<span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Bagi Anda yang masih suka menyisakan makanan dengan alasan apa pun, mungkin cerita ini bisa dihayati:</span><br /><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda tersesat di belantara. Perbekalan makan Anda habis sudah.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Setengah hari, Anda pikir Anda masih kuat.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Malam hari, Anda belum juga mulai menemukan jalan keluar. Dan perut Anda mulai berbunyi.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Syukurlah, Anda masih bisa menemukan air dan masih memiliki bahan bakar.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda pun bisa mengenali tumbuhan-tumbuhan hutan yang bisa dimakan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Hari pertama, Anda bisa menemukan sejenis Umbi yang bisa Anda makan. Rasanya masam. Menyenangkan juga.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Jadi Anda menggali dan membawa beberapa sebagai perbekalan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Namun, melewati hari pertama, Umbi-umbi tersebut mulai terasa sepat di lidah.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda segera kangen nasi.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda membuka peralatan masak Anda. Berharap ada sisa-sisa nasi di sana.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Oh, ya, ada beberapa butir yang sudah agak mengeras tertinggal di sana. Anda mengeroknya sekuat tenaga, lalu mengunyah butiran nasi yang keras itu.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Ya, Anda kangen sekali dengan nasi.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Dan Anda tidak kuat makan umbi terus-menerus.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Jadi, hari berikutnya, Anda tidak makan umbi lagi.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Yang ada di tanah pun, banyak yang belum matang.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Jadi, Anda harus bekerja lebih keras.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda tahu inti batang pohon pisang bisa dimakan. Jadi Anda mulai mengincar pohon pisang.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Dengan sekuat tenaga, Anda merubuhkan 2 batang pohon pisang yang besar. Sepanjang siang hingga matahari hampir terbenam, Anda merobohkan 2 batang pohon pisang dan membedahnya hingga Anda bisa mengeluarkan inti batang yang bisa dimasak.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda sangat kelelahan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Namun kemudian Anda menyadari, 2 batang pisang hanya menghasilkan inti kurang dari satu mangkuk.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Itu pun rasanya sepat, tidak enak di lidah.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda menghabiskan semuanya dengan lahap, tidak peduli betapa tidak enak rasa yang ditinggalkannya pada lidah Anda.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Dan setelah menghabiskan semuanya, perut Anda masih berbunyi.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Bagaimana tidak, Anda hanya makan satu kali hari itu. Padahal Anda harus terus bergerak mencari jalan keluar.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Malam itu, Anda mengorek lagi ransel Anda, berharap ada sisa-sisa remah-remah makanan di sana.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda beruntung. Masih ada beberapa butir beras dan sedikit remah biskuit.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda makan dengan lahap, tapi tentu saja Anda tidak kenyang.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda tidur dengan perut keroncongan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Hari ketiga, Anda sudah tidak mau lagi makan tumbuhan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Lidah Anda terasa mati rasa. Anda ingin sesuatu yang gurih, protein hewani.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda mendatangi sumber air terdekat.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Ikan sepertinya ide yang bagus.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda pun mulai nencari ikan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Namun, tak seekor ikan pun hidup di sana.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Tidak ada ikan di sana. Tidak ada katak. Tidak ada kadal, ular, apalagi burung, ayam, apalagi hewan berkaki empat yang layak dimakan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Selama setengah hari Anda menunggu, siap membunuh.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Tapi tak satu binatang pun datang.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Akhirnya Anda bergerak.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda mulai merasa teramat lemas, karena harus terus bergerak. Anda harus mencari jalan keluar dari belantara.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Mulut Anda begitu tawar dan sepat, sementara perut Anda mulai terasa sakit.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Kemudian, tidak sengaja, Anda menghancurkan sebuah kayu lapuk di hutan. Tiga ekor ulat kayu jatuh ke tanah.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda mulai berkaca-kaca. Lalu menangis.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Demi Tuhan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda menangis penuh syukur.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Siang itu, Anda masak tiga ekor ulat yang malang itu. Ulat yang menyerahkan nyawanya untuk memuaskan kelaparan Anda, meskipun tidak seberapa.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Biasanya, Anda akan muntah saat menemukan ulat itu dalam makan siang Anda.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Namun siang ini, Anda makan ulat-ulat itu dengan lahap. Dan Anda menangis.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Tuhan masih sangat berbaik hati pada Anda. Betapa ulat-ulat itu teramat lezat! Tiada duanya!</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Namun apalah arti tiga ekor ulat; mereka hanya memuaskan lidah Anda. Tapi tidak perut Anda.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Jadi Anda mulai mencari gundukan tanah yang gembur.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Di sana, Anda mulai menggali.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Menggali, menggali, dan menggali.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Saat matahari mulai terbenam, Anda berhasil mengumpulkan beberapa ekor cacing tanah.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda menangis lagi, penuh syukur.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Malam itu Anda pesta pora. Anda merebus cacing-cacing itu.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda memakan cacing-cacing itu dengan lahap. Rasanya seperti tanah dengan sedikit rasa anyir.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Biasanya Anda ingin muntah saat lihat orang harus makan cacing di Fear Factor.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Tapi malam ini, bahkan dengan rasa tanah dan anyir,</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda makan dengan lahap dan penuh syukur.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Tapi tentu saja, beberapa ekor cacing hanya sedikit memanjakan lidah Anda. Tidak perut Anda.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda semakin kelaparan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda mengorek-ngorek ransel Anda. Berharap ada sebungkus coklat atau biskuit yang terselip entah di kantung mana.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Tapi tentu saja, tidak ada yang terselip;</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">bahkan remah-remahnya sudah Anda habiskan kemarin.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda terus mencari meskipun tahu itu semua sia-sia; dan persis, tidak ada apa pun yang Anda temukan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda hanya menghabiskan tenaga untuk harapan kosong.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Dengan perut yang teramat kelaparan, Anda tidak bisa tidur.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda mulai mengingat-ingat makanan yang biasa Anda makan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Bubur atau roti yang biasa Anda makan di pagi hari.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Makan siang nasi lengkap dengan lauk-pauk yang rasanya beraneka rupa.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Makan malam sederhana dengan gorengan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda kangen itu semua, dan Anda mulai mengkhayal.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda mulai membuat rencana-rencana.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Saat kembali nanti, Anda akan mencoba ini dan itu.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda akan memesan makan siang dengan porsi tiga kali lipat biasanya.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda akan mendatangi supermarket dan belanja makanan sebanyak-banyaknya.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Tapi hey, semua itu hanya ilusi.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda masih di tengah belantara. Seorang diri, gelap dan dingin.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Dengan perut yang teramat kelaparan, Anda tidak bisa benar-benar tidur. Anda hanya berhalusinasi terus-menerus.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Hari keempat, Anda tidak bisa berjalan jauh-jauh.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda mulai sering limbung.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Dengan tenaga yang tersisa, Anda mencari di antara kayu lapuk dan gundukan tanah gembur.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Sambil terus mencari jalan keluar.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Tengah hari, Anda berhasil mengumpulkan beberapa ekor ulat kayu,</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">dan beberapa ekor cacing tanah.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda juga berhasil mendapatkan lagi 2 lagi umbi yang rasanya Anda anggap membosankan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda harus makan, atau Anda tidak akan bisa keluar dari belantara.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Dengan tenaga yang sedikit, Anda hanya bisa mengambil makanan yang mudah.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda tidak sanggup lagi merubuhkan batang pisang.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Namun siang itu, Anda kehabisan bahan bakar.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda tidak bisa masak.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda tidak bisa menjadikan makanan Anda matang dan siap saji.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Jadi siang itu, di bawah rindangnya hutan, Anda hanya menatap peralatan masak Anda.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Di situ, potongan umbi menjadi satu dengan ulat dan cacing.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Mereka semua kotor, bertanah, dan menggeliat-geliat.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Sekali lagi, Anda mulai berkaca-kaca.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda mulai menangis.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Kali ini, bukan karena bersyukur. Kali ini, karena Anda kangen makanan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda kangen sarapan Anda, Anda kangen makan siang Anda, Anda kangen makan malam Anda,</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda kangen semua kudapan yang Anda makan.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda kangen remah-remah yang Anda buang,</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">makanan yang Anda sisakan. Nasi, sedikit sayur, dan sedikit bumbu yang Anda buang ke tong sampah dulu.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Ah, andai Anda bisa mengambilnya lagi sekarang.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Anda rela makan semua sampah itu.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Bahkan, Anda rela menukarkan semua yang Anda miliki sekarang, dengan sampah-sampah yang dulu Anda buang.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Demi Tuhan, Anda ingin sampah-sampah makanan itu kembali.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Tapi Tuhan tidak menurunkan hidangan dari langit.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Jadi dengan mata basah, Anda menatap makhluk-makhluk yang menggeliat-geliat dalam peralatan masak Anda.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Dan Anda mulai mengangkat makhluk-makhluk itu dengan tangan Anda...</span><br /><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">...</span><br /><br /><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Pesan tambahan: ambillah makanan secukupnya. Kalau Anda tidak kuat menghabiskan porsi yang dihidangkan pada Anda, berikan pada orang lain yang membutuhkan. Jangan buang makanan Anda--sebelum Anda menyesalinya.</span><br /><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Salam,</span><br /><br /><br /><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Rizal</span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-58165750050885299362008-12-02T04:10:00.000-08:002008-12-02T04:42:05.094-08:00A Little Promotion<span style="color: rgb(0, 0, 0);">.</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9H6CZiRIuT_X0CXX-gGuS451-0l0wvN4GE5ErJp7YTTvg3DOX2EqANTMWOIgb7zYKsG68_807SY5iNnsO6Q2xRQfuF-UpDxI2e5ixXX2n3r8qHkh9NyYFdwo_MKVwN_TlUmgTQqfRr_fa/s1600-h/Jalsky.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9H6CZiRIuT_X0CXX-gGuS451-0l0wvN4GE5ErJp7YTTvg3DOX2EqANTMWOIgb7zYKsG68_807SY5iNnsO6Q2xRQfuF-UpDxI2e5ixXX2n3r8qHkh9NyYFdwo_MKVwN_TlUmgTQqfRr_fa/s400/Jalsky.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5275164852993847922" border="0" /></a><br /><span style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:85%;">OK. Gambar ini dibuat oleh <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Sigit</span> si Bayi Gurita. <span style="font-style: italic;">Personally, I don't really like the picture, but hey, he can capture the essence of my face very well</span>. Dan yang mengagumkan, dia mengerjakannya langsung di komputer dengan mouse, hanya dalam waktu kurang dari 3 jam! <span style="font-style: italic;">Neat huh? </span>Demikianlah orang yang bercita-cita jadi komikus dan ilustrator.<br /><br />Demikian pasfoto saya sebagai perbandingan:<br /><br /><br /></span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwbknBcHDcUskESw8Ch_pgrL7z7GcGKUw9hjaz8vk1SdVkXS-55adgN9VyYmBbS96fmHycQH_29-NO-ZQ_wJ-xFxyeHkrzbV5XRw6L2yfsfWESEm-JlbTXX1L4OzjGHvzNf7JpceG-GwHC/s1600-h/Pasfoto.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 201px; height: 261px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwbknBcHDcUskESw8Ch_pgrL7z7GcGKUw9hjaz8vk1SdVkXS-55adgN9VyYmBbS96fmHycQH_29-NO-ZQ_wJ-xFxyeHkrzbV5XRw6L2yfsfWESEm-JlbTXX1L4OzjGHvzNf7JpceG-GwHC/s400/Pasfoto.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5275171029617930242" border="0" /></a><br /><span style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:85%;">Ada yang tertarik untuk dilukis secara digital juga? Kebetulan juga Sigit juga sangat tertarik untuk menggambar wajah orang. Kata saya sih bagus buat dia latihan dan melengkapi portfolio. Kata dia, karena dia suka mencuri wajah =p menakutkan memang. Eniwei, buat yang tertarik untuk digambar wajahnya, silakan kontak Sigit di <a href="http://citcid.blogspot.com/">http://citcid.blogspot.com</a> ato <a href="mailto:citcid@yahoo.com">citcid@yahoo.com</a>. Mungkin Bayi Gurita itu akan mengharapkan balas jasa untuk gambar yang dia buat, katanya buat dia nabung buat beli <span style="font-style: italic;">electronic pen</span> untuk menunjang pekerjaan di bidang ilustrasi.<br /><br />Tertarik? Mungkin detailnya, nego-nego aja ama dia okay?</span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-70274908578035381052008-11-19T04:33:00.000-08:002008-11-19T07:25:41.923-08:00Love at First Sight<span style="font-style: italic;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><br />... kamu percaya itu ada?<br /><br /></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Ingatanku kembali pada Sabtu malam itu. Linggarjati, kaki Gunung Ciremai. 17 November 2007. Aku, Windu, dan Mimim. Dalam Blu yang menapaki jalanan menanjak, menembus gelap dan hujan rintik-rintik.<br /><br />"Gua gak percaya <span style="font-style: italic;">love at first sight </span>itu ada." Kata Mimim. "Kayak gituan mah tahayul."<br /><br /><span style="font-style: italic;">Tahayul</span>. Aku membatin. Ya. Kata orang Jawa, <span style="font-style: italic;">witing trisno jalaran suko kulino</span>. Cinta muncul dari kedekatan karena sering bertemu. Itulah dogma yang melekat pada keyakinan banyak orang awam. Dogma yang memberikan penjelasan rasional mengapa cinta bisa tumbuh. Dan aku, aku sempat menjadi salah satu penganut dogma itu. Aku pernah menjadi ateis <span style="font-style: italic;">love at first sight</span>.<br /><br />Hingga sebuah sore yang cerah mengubah semuanya...<br /><br />"Dulu aku juga kayak kamu Mim." Aku angkat bicara. "Tapi terus, aku ngalamin sendiri. <span style="font-style: italic;">Love at first sight </span>itu<span style="font-style: italic;">.</span>"<br /><br />Suara mesin Blu meraung. Suara wiper menyingkirkan tetesan hujan dari kaca.<br /><br />"Kayak gimana?"<br /><br /><span style="font-style: italic;">Ingatanku mengembara lebih jauh lagi. Pada sore itu. Ya, sore itu. Langitnya cerah dan sinar matahari berwarna oranye. Aku kembali ke sekolah untuk menemui Miftah, sahabatku. Ia memimpin sebuah rapat kecil. Dalam rapat itu seorang gadis tertawa pada gurauanku. Saat itulah pandangan kami bertemu. Wajah itu. Senyum itu. Sorot mata itu. Cerah tertimpa cahaya matahari sore. Menggetarkan hati, membangkitkan kerinduan. Seperti sosok kekasih yang kutemukan kembali setelah lama menghilang...<br /><br />Sore itu. Sore pertama aku bertemu dan berkenalan dengannya. Sore itu juga aku mengantarkannya pulang.<br /><br />Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk saling menemukan. Tidak butuh waktu lama untuk saling merasa nyaman. Sejumlah keajaiban mempertemukan kami tanpa alasan yang jelas. Dan seiring bergulirnya waktu, pertemuan kami bukan lagi hanya keajaiban--karena kami mulai meniatkan diri untuk saling mencari, saling menemani, dan saling berbagi. Ah, masa itu. Masa di mana kami juga, perlahan-lahan, mulai menyadari, bahwa kami--entah bagaimana--saling terhubung. Aku selalu tahu jika ia memang berencana keluar kota, atau jatuh sakit, atau mengalami musibah. Aku selalu tahu. Karena sebelum itu terjadi, ia akan hadir dalam mimpiku. Sama juga dengannya. Saat ia memimpikanku, ia bertanya padaku di sekolah, atau meneleponku di hari libur--dan bertepatan dengan itu, aku memang berencana ke luar kota, atau sedang jatuh sakit, atau mengalami suatu musibah. Aku teringat suatu kejadian, suatu Senin pagi di sekolah, ketika ia marah-marah padaku karena aku tidak menghubunginya pada malam minggu. Malam di mana ia mendadak merasa sangat gelisah hingga tidak bisa tidur. Malam yang sama, ketika aku terjebak kabut tebal selepas Maghrib di Ciwidey hingga tidak bisa pulang...<br /><br />Bahkan setelah kami berpisah, hubungan ajaib itu masih saja ada. Dua kali aku bermimpi tentangnya--dan saat menghubunginya, aku mendapatinya baru saja sakit. Ia pernah meng-SMS-ku saat aku sakit typhus--karena malam sebelumnya ia melihatku dalam mimpinya.<br /><br /></span>"Mungkin kalian memang pasangan di kehidupan yang lalu." Komentar Windu. "Makanya kalian terhubung sekuat itu."<span style="font-style: italic;"><br /></span><br />Aku hanya angkat bahu.<span style="font-style: italic;"> </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Suara mesin Blu meraung. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-style: italic;"></span>Dan langit gelap di kaki Gunung Ciremai masih mencurahkan hujan rintik-rintik.<span style="font-style: italic;"><br /><br /><br /></span></span></span><div style="text-align: center;"><span style="font-size:85%;">***<span style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-style: italic;"></span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-style: italic;"></span></span></span></div><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-style: italic;"><br /><br /></span>Sebuah Selasa siang yang berawan. Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. 18 November 2008.<br /><br />Aku melangkah cepat menuruni tangga lantai 2, menuju koridor rumah sakit. Menyambut kebebasan setelah menangani pasien <span style="font-style: italic;">demensia vaskuler</span> yang melelahkan. Sekelompok gadis berjas dokter berjalan di depanku. Perhatianku tertumbuk pada salah satu dari mereka dan pada saat yang sama gadis itu menoleh. Saat itulah pandangan kami bertemu. Wajah itu. Senyum itu. Sorot mata itu. Cerah dengan jas dokter yang berwarna putih bersih. Membangkitkan perasaan kuat yang menjadikan pikiran dan perasaan lainnya begitu tidak berarti.<br /><br /></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-style: italic;"></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">"Kakak?"<br /><br />Barulah aku menyadari siapa gadis itu. "Ya ampun! Kamu?!"<br /><br />"Ngapain Kak?"<br /><br />"Aku di Klinik Memori, di atas. Sama dr. Anam. Kamu lagi koas di bagian mana?"<br /><br />"Baru dari poli bedah."<br /><br />"Tadi aku nggak ngenalin kamu lho. Kamu berubah banget."<br /><br />"Kenapa? Gendutan ya?"<br /><br />"Nggak. Berubah aja. Umm... beda, aja."<br /><br />"Kakak juga. Kurusan."<br /><br />Aku tertawa. "Aku nggak tahu harus diapain lagi nih. Nggak bisa gemuk-gemuk."<br /><br />"Makannya yang banyak dong, Kak."<br /><br />"Udah. Nggak berhasil. Mungkin kamu punya usulan diet buatku?"<br /><br />Dan akhirnya. Persimpangan koridor itu memisahkan kami. Ia dan teman-temannya ke kanan. Aku menuju pintu keluar ke kiri.<br /><br />Kurang dari satu menit. Pertemuan dan perbincangan itu hanya kurang dari satu menit. Namun dalam waktu kurang dari satu menit itu, semua pikiran dan perasaan lebur menjadi satu kesadaran. Di sini, saat ini. Dan ketika akhirnya aku berjalan pulang, ketika akhirnya aku duduk di bangku di sudut angkot, pikiran dan perasaanku masih menetap di sana. Di koridor rumah sakit yang ramai. Di dalam waktu kurang dari satu menit yang telah membeku, menjadi selamanya.<br /><br /></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-style: italic;">Mungkin kalian memang pasangan di kehidupan yang lalu. Makanya kalian terhubung sekuat itu.</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Ya, mungkin</span>. Aku merenung sendiri. Mungkin kami memang pasangan dari kehidupan-kehidupan yang lalu. Mungkin itu sebabnya, sorot mata itu selalu menggetarkan hati. Merasuk sampai ke relung batin. Bahkan sebelum aku mengenali, dan menyadari, siapa dia.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Love at first sight</span>. Betapa aneh fenomena itu. Orang rasionalis bisa mengatakan, semua itu kebetulan. Tapi aku tidak akan mengatakan demikian. Karena, setelah aku mengalaminya--aku tahu itu bukan kebetulan belaka. <span style="font-style: italic;">Love at first sight</span> memungkinkan pasangan untuk saling mencintai pada detik pertama pandangan mereka saling bertemu--karena mereka memang pernah menjadi kekasih di kehidupan sebelumnya, dan <span style="font-style: italic;">first sight</span> hanyalah pertemuan mereka kembali.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Love at first sight...<br />...kamu percaya itu ada?<br /><br /></span>Ya, aku percaya itu ada.<br /><br />Kamu?<br /><br /><br /><br />Bandung, 19 November 2008<br /><br /><span style="font-style: italic;"></span></span></span><span style="font-style: italic;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"></span></span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com58tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-10014866485270085222008-11-09T04:33:00.000-08:002008-11-09T05:33:23.710-08:00Menjelang Malam Minggu...<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">.</span><br />... aku mendapat tamparan yang cepat dan keras.<br /><br />Hujan deras mengguyur Jatinangor sore itu. Langit menangis, kami menatap bulir-bulir air jatuh ke bumi melalui jendela lantai 3 gedung 3 kampus Psikologi Unpad.<br /><br />Pembawa acara baru saja menutup acara Temu Ilmiah. Sebagian orang segera keluar dari ruangan. Sebagian lagi mengobrol dan foto-foto di dalam ruangan. Namun hujan deras masih turun; tidak seorangpun meninggalkan gedung. Termasuk aku.<br /><br />Dan di lorong lantai 3 itu, aku bertemu lagi dengan dosen yang pernah cukup dekat denganku. Kami saling melempar senyum.<br /><br />Di bawah lampu neon yang pucat, ia bertanya:<br /><br />"Kapan kau akan S2? Kapan kau jadi dosen?"<br /><br />Tamparan pertama.<br /><br />"Aku sudah makin kesulitan berdiri sendiri. Aku butuh bantuan. Kalau kau masuk, kau pasti bisa berdiri, menghadapi mereka."<br /><br /><span style="font-style: italic;">Ya, aku ingat. Suatu malam ketika ia mengeluh ingin keluar dari kampus, karena lingkungan akademis yang kurang kondusif. Satu dari sekian keluhan yang ia utarakan padaku mengenai kampus. Ia merasa seperti Daud yang menghadapi Goliath--seorang diri menghadapi sistem korup yang menggurita. Yang membuat aspek akademis di kampus mati suri, tidak berkembang. Ia lelah berjuang sendiri--ia memutuskan untuk berhenti. Tapi aku, sang mahasiswa yang penuh semangat, menentang ide itu. "Ngapain keluar???" Tanyaku keras. "Kalau Abang keluar, siapa yang akan memperjuangkan idealisme itu?" Ia terdiam, dan saat itu aku meyakinkan. "Jangan keluar dulu. Aku akan menyusul jadi dosen di sini. Aku akan sekolah ke luar, dan aku akan kembali sebagai pengajar. Sebobrok-bobroknya kampus ini. Karena kalau kita keluar, nggak akan ada perbaikan apa-apa... justru kita harus masuk ke dalam dan berjuang membuat perubahan. Aku akan jadi dosen... aku akan menemanimu." Dan sejak itu aku mulai membuat rencana untuk segera melanjutkan studi dan menjadi dosen, hingga...</span><br /><br />"Ada perubahan rencana, karena situasi yang rumit..." Aku berusaha memberikan penjelasan sesederhana mungkin.<br /><br />"Aku dengar sekarang kau kerja, bagus... cari duit..."<br /><br />Tamparan kedua.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Ya, sekarang di sinilah aku. Sudah setengah tahun lulus, ternyata rencana studi itu telah berubah. Berubah drastis. Sejak lulus aku mulai terlibat dalam sejumlah proyek, dan aku mulai belajar bahwa segera melanjutkan studi bukan ide yang benar-benar baik; bahwa ternyata, studi hanya memberikan pengalaman teoritis. Aku tergoda untuk mendapatkan pengalaman lebih. Aku tergoda untuk kerja dulu. Aku tetap ingin menjadi dosen, tapi aku tak mau jadi seorang pendidik yang melulu teoritis. Aku haus pengalaman praktis.<br /><br />Lalu terbit pula alasan lain yang bahkan lebih kuat: aku ingin berkeluarga. Situasi keluarga yang rumit membuatku sulit mengharapkan dukungan finansial ke depan. Dan dari situ keinginan kerja tumbuh lebih liar. Aku tidak hanya ingin mencari pengalaman yang kaya. Jujur saja, aku juga ingin menumpuk harta. Aku ingin bekerja beberapa tahun, menenggak semua pengalaman dan menumpuk harta, membangun keluarga dan semua penunjang untuk memastikan kemapanan. Setelah itulah aku baru kembali ke kampus, dengan bekal pengalaman praktis, dengan kemapanan yang membuatku mampu untuk memberikan seluruh perhatianku pada para mahasiswa. Sehingga tidak ada cerita aku mengabaikan mahasiswa demi proyek-proyek, seperti yang kerap dilakukan dosen-dosen sekarang...<br /></span><br />"Bang..."<br /><br />"Ya?"<br /><br />"... nanti aku ke tempatmu saja. Kuceritakan semuanya. Sekalian aku minta saran."<br /><br />Ia membalas dengan senyum. Sesaat perhatianku teralih, dan saat aku kembali melihatnya, aku melihat punggung berbalut kemeja kotak-kotak itu menjauh...<br /><br /><span style="font-style: italic;">Aku ingin bekerja. Aku ingin meraih banyak pengalaman dan menumpuk harta. Aku ingin berkeluarga dan meraih kemapanan. Namun aku lupa, ada seorang teman yang aku tinggalkan untuk berjuang seorang diri di kampus. Aku pernah berjanji akan mendampingi perjuangannya, namun sampai sekarang ia masih berjuang sendiri. Dan aku mengambil jalan lain. Andai aku tidak perlu memilih... andai aku tidak perlu mengorbankan apa pun. Dosenku beserta janji lamaku itu, maupun keinginan-keinginanku sendiri.</span><br /><br />Kutatap langit yang masih mencurahkan tetes-tetes air.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Aku harus memilih, bukan begitu? Bantu aku membuat keputusan yang terbaik.</span><br /><br />Sampai aku meninggalkan gedung itu. Sampai aku meninggalkan kampus. Hujan belum juga berhenti mengguyur Jatinangor. Dan langit masih terus menangis...<br /><br /><br /><br />Bandung, 9 November 2008<br /></span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com16tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-46510769197809280672008-11-02T21:14:00.001-08:002008-11-04T21:21:52.179-08:00Perjalanan ke Ujung Genteng<span style="color: rgb(0, 0, 0);">0</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUV3v3bB-xnl9wi2QqmebFXkmJiVv_1q5GXhW_GHPdEsVFNbSJMicNs8MkBrm-rULQU5WXZYY6go6CvPiVHvFfjIjIiiQqMxgOZMUWtOVthSH4e_thkz9orHONCtXaZfK3LOsUMDggZReB/s1600-h/Ujung+Genteng+1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 399px; height: 202px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUV3v3bB-xnl9wi2QqmebFXkmJiVv_1q5GXhW_GHPdEsVFNbSJMicNs8MkBrm-rULQU5WXZYY6go6CvPiVHvFfjIjIiiQqMxgOZMUWtOVthSH4e_thkz9orHONCtXaZfK3LOsUMDggZReB/s400/Ujung+Genteng+1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264296305216992626" border="0" /></a><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Ujung Genteng te</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">rcatat s</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ebagai salah satu pantai terbaik yang pernah kukunjungi. Terlet</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ak di selatan Sukabumi, sekitar kurang lebih 80 km dari Pelabuhan Ratu, pantai </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ini menyuguhkan keunikan yang sulit ditandingi</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> pantai ma</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">na pun di Pulau</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> J</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">aw</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">a. Selain masih bersih, pantai ini memiliki pantai akuarium yang menakjubkan, serta kesempatan mel</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ihat penyu bertelur di pantai. Pantai mana di Jawa yang dapat menyuguhka</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">n hal</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> yang sama? Karena itu, kami berangkat ke Ujung Genteng.</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><br /></span></span><div style="text-align: center;">***<br /></div><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><br /><span style="font-weight: bold;">PERJALANAN</span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><br /></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Perjalanan dimulai dari ru</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">mah <a style="color: rgb(102, 102, 102); font-weight: bold;" href="http://panjitakrisna.blogspot.com/">Panji</a><span style="color: rgb(102, 102, 102);">. </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Hari Sabtu, pukul 5 shub</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">uh. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Keti</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ka penghuni Jakarta masih bersantai sebelum <span style="font-style: italic;">weekend</span>, kami sudah menapaki jalanan saat matahari terbit. Melesat di tol Jagorawi. Gunung Salak dan Gunung Gede-Pangrango yang menjulang megah di kejauhan menyemangati kami. Melewati Parungkuda, kami mengambil jalur alternatif melalui Cikidang. Melewa</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ti hamparan perkebunan sawit dan kare</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">t yang menakjubkan, melihat pohon-pohon menjulang saat melewati hutan. Melewati medan yang berkelok-kelok dan naik-turun tajam, kami tiba di </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Pelabuha</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">n Ratu. Di sini, di dekat jembatan Bagbagan, kami mengunjungi Indomaret untuk membeli perbekalan.<br /><br /></span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrediLjC7qoiuerRhwn4WxjAhOkHPTI9aO5k9s5rL8rYPC8S7dcE4NlMJum-hz9oI5nKPokfgcd9p3FeQdRfIlhrWAXKjZNv2UArXIr99LxZj9dKGn2Fk2UCFEP0foIsqReSX0oWQuCI3L/s1600-h/Pelabuhanratu.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 250px; height: 168px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrediLjC7qoiuerRhwn4WxjAhOkHPTI9aO5k9s5rL8rYPC8S7dcE4NlMJum-hz9oI5nKPokfgcd9p3FeQdRfIlhrWAXKjZNv2UArXIr99LxZj9dKGn2Fk2UCFEP0foIsqReSX0oWQuCI3L/s320/Pelabuhanratu.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264502692341474706" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Perja</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">lanan masih 3 jam dari jembatan Bagbagan; pertama-tama, melewati pegunungan yang berkelok-kelok. Kami bisa melihat pantai Pelabuhan Ratu dari atas sana. Dila</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">njutkan dengan hutan, kecamatan</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">, dan pasar-</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">pasar. Setelah beberapa jam disuguhi pemandangan dan medan jalan yang serupa, siapa yang tidak bosan dan lelah? Kami juga mulai khawatir tentang bensin yang mulai berkurang, sehingga s</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">aat kami menemui </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">pombensin, kami langsung mengisi Xenia Panji sampai full. Belakangan kami baru tahu bahwa pombensin dan minimarket terakhir masih bisa kami jumpai di Surade.<br /><br />Semangat kami kembali saat pemandangan di sekitar kami berubah menjadi hamparan perkebunan kelapa. Pohon kelapa berjejer di bukit-bukit, sejauh mata memandang. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Dan ketika kami tengah berspekulasi </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">bahwa kami sudah dekat pantai, </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">kami pun melihat pemandangan yang sudah lama kami nanti. Pantai. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">L</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">engkap </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">dengan </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">horizon biru, </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">dan buih-buih ombak yan</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">g mungil di kejauhan. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Rasa bosan dan lelah yang menjangkiti kami lenyap seketika</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">.</span></span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiS0qhFHvCw4-wNrhaur9iFZKESl9h5CuuV5qWei0yOrpbiPcpEjv7tU241atMzQ3XTh0rU1Xk0BjO2IPakCUytiZvPVBMXldHTqIOhEtZpt7bOg1X5kLjMs5mMJewZ8BdduT4AIXhIX5-8/s1600-h/Hayo+Siapa+yang+Tidak+Tergiur.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 250px; height: 168px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiS0qhFHvCw4-wNrhaur9iFZKESl9h5CuuV5qWei0yOrpbiPcpEjv7tU241atMzQ3XTh0rU1Xk0BjO2IPakCUytiZvPVBMXldHTqIOhEtZpt7bOg1X5kLjMs5mMJewZ8BdduT4AIXhIX5-8/s320/Hayo+Siapa+yang+Tidak+Tergiur.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264487391842735506" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Kami tiba di Ujung Gent</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">eng </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">pukul </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">11 siang. Air laut yang tena</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ng terlihat berkilauan. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Bukan main! Seperti bocah yang menemukan ma</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">inan</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> paling canggih sedunia, kami segera parkir di atas pa</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">sir putih. Siap</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">a yang ingat <span style="font-style: italic;">sun block</span>? Siapa yang peduli dengan mentari siang</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> yang bersinar garang? Kami berlari di atas pasir putih dan </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">melompa</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">t ke dalam air</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">.<br /><br /><br /></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-weight: bold;"><span style="font-family:trebuchet ms;">PANTAI AKUARIUM</span></span></span><span style="font-size:85%;"><br /></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><br /></span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcKw_xCcrUlE8jXnz3wyQ1t0lxggVt9iNlzOatdO8d5VGohTwP_Or8vlWlazjrWuO10OADjPl2kHREOMMKHaff6B9klyBXyDiLrR8sJungk6ZP2Ju9vS4cTy3-X1c7Wdg4guWLdFhEF2t0/s1600-h/Cacing+Laut.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 175px; height: 118px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcKw_xCcrUlE8jXnz3wyQ1t0lxggVt9iNlzOatdO8d5VGohTwP_Or8vlWlazjrWuO10OADjPl2kHREOMMKHaff6B9klyBXyDiLrR8sJungk6ZP2Ju9vS4cTy3-X1c7Wdg4guWLdFhEF2t0/s200/Cacing+Laut.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264477245125833810" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Salah satu hal teristimewa dari pantai Ujung Genteng ini adalah pantai akuariumnya. Diseb</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ut pan</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">tai akuarium karena pertama, </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">pantai ini tidak berombak. Bukan berarti tidak ada ombak dari laut--karena pantai selatan terkenal atas ombaknya yan</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">g besar--namun ombak-ombak itu sudah pecah di kejauhan. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Pantai akuarium ini sebenarnya adalah </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">gugus </span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9II7FWZ6ftq8_6gN9TQZmp9Fmtn58vjRe6CQ9GZZb96uqlcwQGFIBwrjr9EoZ6SHs1Gud_Mc658Hjfg1vzsz3DtCp_lcSzaLM6BuQaD6TSZRRvdM_wZbGgqtr34AxuQRsK8Ao9ndgXHln/s1600-h/Udang+Mantis.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 175px; height: 117px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9II7FWZ6ftq8_6gN9TQZmp9Fmtn58vjRe6CQ9GZZb96uqlcwQGFIBwrjr9EoZ6SHs1Gud_Mc658Hjfg1vzsz3DtCp_lcSzaLM6BuQaD6TSZRRvdM_wZbGgqtr34AxuQRsK8Ao9ndgXHln/s200/Udang+Mantis.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264478729140093122" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">terumbu karang yang </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">membentang dari garis pantai sampai sekitar </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">100 meter ke arah laut. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Dan gugus terumbu karang </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">inilah </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">yang mem</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ecah ombak </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">di kejauhan. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Gugus terumbu karang ini ya</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ng dinamai </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">pantai akuarium. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><br /><br />Selain tidak berombak, pant</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ai ini disebut akuarium karena airnya jernih dan relatif</span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEig-DXDTTWXRBXAP2hSNFoDSsoDawcf4_38O7riLm8y7eQlNGdS_QIYHA1SI4H8WtGE_WFPosVKLoVtJHcMeQPKSQ77abwQfV1ThtzjidG5h_IF0MmR3WEXIPJ-Y3FCsL6EtueC6WweGA_i/s1600-h/Bulu+Babi.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 175px; height: 116px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEig-DXDTTWXRBXAP2hSNFoDSsoDawcf4_38O7riLm8y7eQlNGdS_QIYHA1SI4H8WtGE_WFPosVKLoVtJHcMeQPKSQ77abwQfV1ThtzjidG5h_IF0MmR3WEXIPJ-Y3FCsL6EtueC6WweGA_i/s200/Bulu+Babi.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264480522623280754" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> dangkal. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Dan layaknya terumbu karang pada umumnya, </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">pantai </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ini juga dinamaka</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">n akuarium karena </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">dihuni oleh be</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">rbagai</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> b</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ina</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">tang laut aneka rupa.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Saat kami kembali ke pantai pukul 2 siang, laut sedang surut,</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">dan saat itulah om</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">bak tak mampu mencapai tepi pantai; </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ia habis di ujung</span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoe6LPSG12_sChI3AGPf91CrzmQyxdylkE3THa3KPmPr7AFbbz3x4qjkzchc9E3z6DU8qEWqITbwW0x79Y2Sv4neAUJmC-mQ9fqD7BNHMuGUdycZdMdvBwstDlkGMgAVjpAc8UZUWk44fX/s1600-h/Teripang.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 175px; height: 119px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoe6LPSG12_sChI3AGPf91CrzmQyxdylkE3THa3KPmPr7AFbbz3x4qjkzchc9E3z6DU8qEWqITbwW0x79Y2Sv4neAUJmC-mQ9fqD7BNHMuGUdycZdMdvBwstDlkGMgAVjpAc8UZUWk44fX/s200/Teripang.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264481321232289074" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> gugusan karang. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Saat itu pula panta</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">i akuarium dalamnya hanya sekitar sebetis,</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">dan binata</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ng-binatang laut keluar dari persembunyiannya mencari makan.</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Dangkal, jernih, tenang, dan penuh binatang laut--</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">pantai ini mirip Kolam Sahabat di Sea World, tapi tentu dengan ukuran yang jauh lebih besar, </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">hingga kami tidak mungkin </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">menje</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">lajahi semuanya.</span></span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiP67w-siZb6otvPpAYEyHCsN5owZhCYllSNEVYrqQLoD0ShR7-xyun1pxj5btH1EfTcFBNot5hwf1k8HQNAvA4tyw_QCt1jwoq8nZZIBaqnVmiWq9-eAYbLteHMGOUESqU_k6kQCbL731S/s1600-h/Kepiting.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 175px; height: 117px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiP67w-siZb6otvPpAYEyHCsN5owZhCYllSNEVYrqQLoD0ShR7-xyun1pxj5btH1EfTcFBNot5hwf1k8HQNAvA4tyw_QCt1jwoq8nZZIBaqnVmiWq9-eAYbLteHMGOUESqU_k6kQCbL731S/s200/Kepiting.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264492086681652226" border="0" /></a><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Yang pertam</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">a menarik perhatian kami sore itu adalah: </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">cacing laut. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Dengan warna dan</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> ukuran yang</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> bervariasi, </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">dari 30 cm sampai satu setengah meter.</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Bergerak l</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">amban di </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">atas</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> pasir. Keenam lidah mereka terjulur, </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">b</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">ergerak-gerak menangkap plankton dari </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">air. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Dan segera kami melihat banyak binatang</span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNASYq8Mb13yDMQKg7Y42sCKbOs_ZW2EnQvwpv5WDWr1nrS7MNaAnn_Et6FezCzB6eFIqWWbm0VETE3e28hS8eyskf0MhpzEcYkQs0t0X2uLauUlCEgfGhgUlndEHF1SXidLac01EkbztA/s1600-h/Entahapa.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 175px; height: 118px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNASYq8Mb13yDMQKg7Y42sCKbOs_ZW2EnQvwpv5WDWr1nrS7MNaAnn_Et6FezCzB6eFIqWWbm0VETE3e28hS8eyskf0MhpzEcYkQs0t0X2uLauUlCEgfGhgUlndEHF1SXidLac01EkbztA/s200/Entahapa.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264493391081255170" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> lainnya. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Ikan gobi. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Berbagai maca</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">m keong dan kelomang. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Bulu </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">babi </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">anek</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">a rupa dan warna. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Udang </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">mantis. Lidah laut. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Teripang, bahkan salah satunya me</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">njulurkan </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">sulur-sulur berwarna biru menyala. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Bintang ular.</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> Belut laut. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-style: italic;">Unagi</span> alias sid</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">at. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Dan masih banyak</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> lagi.<br /></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Dan di pagi har</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">inya</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">, kami meliha</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">t banyak </span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-0gutxoODVNmuAWguqj5qWbmtnsgucUhQ20niNLe9Dww7J427QFeiJkvzh2u2zUsm2l8whWIZfPfiGdJuwG9Kp4_18wzLqudSwvSSdW9yCIFv8YaKPjW7IbbZt6txzLMEyml4ob_gRjqm/s1600-h/Kelomang+ft+Anemon.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 175px; height: 118px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-0gutxoODVNmuAWguqj5qWbmtnsgucUhQ20niNLe9Dww7J427QFeiJkvzh2u2zUsm2l8whWIZfPfiGdJuwG9Kp4_18wzLqudSwvSSdW9yCIFv8YaKPjW7IbbZt6txzLMEyml4ob_gRjqm/s200/Kelomang+ft+Anemon.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265037400806862658" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">teritip. Aneka rup</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">a kepiting. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Aneka jenis ikan</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">, </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">termasuk kawanan Sarden yang melompat ke atas air menghindari tangkapan pemangsa. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Dan beberapa jeni</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">s hewan lain </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">yang tidak kutahu namanya. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Masih</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> ada lagi yang belum </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">kusebutkan???<br /><br /></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Ada baiknya datang sendiri ke Ujung Genteng dan </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">lihat sendiri apa yang bisa kautemukan d</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">i sana. Pantai akuarium ini adalah tempat yang tepat bagi mereka yang gemar melihat binatang laut langsung di habitatnya :)<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><br />FOOD VAGANZA!<br /></span><span><br />Tentu saja, makanan yang istimewa di tepi laut manapun adalah: seafood. Dan karena Panji adalah penggemar wisata kuliner tulen, maka tujuan kedua kami di Ujung Genteng, tentu saja: menjajal seafood setempat.<br /></span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>Setelah memesan kamar di losmen, kami melanjutkan perbincangan dengan Kang Yudi, penjaga losmen</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span> yang kami kunjungi. Kang Yudi menawarkan lobster dengan harga Rp30.000 per kilo. Ya, kau membacanya dengan benar: Rp30.000 per kilo! Kan</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>g Yudi </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>juga menawarkan ikan lokal yang konon tidak jadi panganan umum di negeri ini, tapi diekspor ke Hongkong dan Korea: ikan layur. Penasaran dengan hasil-hasil laut lain di pantai ini, kami pun meluncur menuju tempat pelelangan ikan. Tempat pelelangan ikan memang punya lebih banyak variasi jenis ikan, tapi harganya lebih mahal. Di sini lobster dihargai Rp120.000 per kilonya. Namun karena penasaran dengan ukurannya, kami membeli 3 ekor lobster @ 2 ons di sini (dan total hanya dihitung 5 ons - diskon). Kami juga membeli ikan kakap dan sejenis ikan kerapu.<br /><br />Kembali ke losmen, kami kembali menemui Kang Yudi dan menyerahkan hasil belanjaan kami padanya agar dibakarkan untuk makan malam. Kami juga memesan 2 kg lobster dan dua ekor ikan layur. Sayangnya, belakangan kami tahu, karena sedang musim sulit, harga lobsternya jadi Rp45.000 per kilo, sehingga uang yang kami bekalkan pada Kang Yudi hanya cukup untuk membeli lobster. Kami tidak dapat ikan layur. Kang Yudi menunjukkan lobster yang ia beli, dan kami terkesiap; ternyata 2 kilo itu banyak sekali!<br /><br /></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>Malam itu kami pesta makan. Saat melihat makanan yang datang, kami malah bingung sendiri karena terlalu</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span> banyak. Bahkan belakangan Kang Yudi juga mengaku bingung karena kami hanya berdua tapi memesan lobster teramat banyak. Malam itu adalah pertama kalinya aku menjajal lobster seumur hidup. Aku tidak pernah berani membelinya karena harganya sangat mahal di kota; dan di Ujung Genteng, kami makan lobster sampai </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>kekenyangan, sampai tersisa. Kakap dan kerapu yang kami pesan nyaris tak tersentuh karena kami tergila-gila dengan lobster. OHHH LOBSTER!!! Sayang kami tidak sempat menjajal ikan layur.<br /><br />Lain kali kami ke sini, kami berjanji hanya akan pesan lobster dan ikan layur. Kakap, kerapu, hiu, tenggiri, tongkol, dan bany</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>ak lagi di sini, memang segar--tapi kita bisa mendapatkan mereka semua di kota. Pesan hanya lobster dan ikan layur--karena memang dua hasil laut itu yang jadi kekhasan di Ujung Genteng. Lebih baik kebanyakan lobster dan ikan layur daripada kenyang oleh ikan lain.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">WISATA PENYU</span><br /><br /></span></span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMACuUIyJxri_ZpRzIcJEEjnepk07pnywvBqmjYdFpjJhpqeFQsDjXAQ3Ah_4iFLUy1VkIoztdCHPg8EjVkCIzp5F7qRG68i1mH_nvRGVNG9m4gaFaL2Sn5mnVeSFUOowbItiJfR6Sye4E/s1600-h/Penyu+Bertelur.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 134px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMACuUIyJxri_ZpRzIcJEEjnepk07pnywvBqmjYdFpjJhpqeFQsDjXAQ3Ah_4iFLUy1VkIoztdCHPg8EjVkCIzp5F7qRG68i1mH_nvRGVNG9m4gaFaL2Sn5mnVeSFUOowbItiJfR6Sye4E/s200/Penyu+Bertelur.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265031719881582386" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>Seben</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>arnya, di atas banyak hal lainnya, pantai Ujung Genteng terkenal atas wisata penyunya. Pantai inilah yang menjadi satu-satunya tempat penyu bertelur di Pulau Jawa. Sejak dulu orang berdatangan ke pantai ini untuk menjajal telur penyu, yang konon berprotein tinggi. Karena itu populasi penyu yang bertelur di pantai ini menurun </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>drastis, dari puluhan ekor semalamnya di tahun 80-an menjadi hanya beberapa ekor pada puncak musim bertelur. Namun saat ini, sebuah pusat penangkaran penyu suda</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>h dibangun di tempat itu. Menyaksikan penyu bertelur pun dijadikan paket wisata yang menarik. Tempat penangkaran ini </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>bahkan memiliki agenda pelepasan tukik (anak </span></span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjH71A0LwunNsBdKiubWLQmODSOY9E_lYRkm_DGBxe8rf-s6m0vGeLrtAOCYms6hLHBQ0dN3rzxMJbXMzKAk04Ji5cD8MA-7R0GVOGvUWsRWUdVx9v1OwzQPLqJvfRzs6pNI-eW-ZA9CYJ1/s1600-h/Telur+Penyu.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 134px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjH71A0LwunNsBdKiubWLQmODSOY9E_lYRkm_DGBxe8rf-s6m0vGeLrtAOCYms6hLHBQ0dN3rzxMJbXMzKAk04Ji5cD8MA-7R0GVOGvUWsRWUdVx9v1OwzQPLqJvfRzs6pNI-eW-ZA9CYJ1/s200/Telur+Penyu.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265032090688291938" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>penyu) di sore hari. </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>Mari berharap, semoga program penangkaran tersebut berhasil, agar anak-cucu kita masih bisa melihat penyu hijau bertelur di pantai Ujung Genteng :)<br /><br /></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>Untuk</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span> melihat penyu bertelur, selepas makan malam kami menyewa ojek menuju pantai Pangumbahan, sekitar 5 km dari losmen. Memang hanya 5 km, tapi medannya offroad. Aku sendiri <span style="font-style: italic;">sport</span> jantung selama perjalanan karena tukang ojeknya melakukan manuver-manuver motorcross kecepatan tinggi. Mereka memang sudah kenal baik medannya, ta</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>pi te</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>tap saja, rasa ngeri itu ada.<br /><br />Ketika kami tiba di pantai, seekor penyu hijau (<span style="font-style: italic;">Chelonia mydas</span>) betina<span style="font-style: italic;"> </span>sudah naik dari laut dan tengah menggali. Petugas penangkaran mengendalikan para wisatawan; melarang mereka memotret penyu dari depan selama penyu itu bertelur, karena penyu bisa panik dan akhirnya meninggalkan pantai sebelum tuntas bertelur. Entah berapa lama kami semua hanya bisa menyaksikan penyu itu dari belakang sementara ia mengeluarkan ratusan telur ke dalam lubang. Setelah akhirnya penyu itu menutup lubang dengan pasir, para wisatawan boleh memotret penyu itu dari depan. Penyu itu lebih banyak diam, lalu mendesis menarik nafas panjang sebelum mulai menyibakkan sirip-siripnya, melemparkan pasir untuk mengubur telur-telurnya.<br /><br /></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>Malam itu, dari kurun waktu pukul 20:00 hingga pukul 22:30, tercatat empat ekor penyu hijau bertelur di sana.<br /><br /></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>Sebelum pulang, aku dan Panji memergoki beberapa ekor tukik berlari ke arah pantai. Kami sempat membantunya</span></span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5_GEeZDxY-uF9xw4-3IGMqjMvPl23tHK5TuN_JgvC9e4hkMTeJw6QQzXiThSMgOs3iOovymfJD5s2n8ewttUnYQLzXqf4Vp6fCNKMHwMVlTK5_2SWM2xZdg9uJe5-dTrXdGduBQ7tRdYH/s1600-h/Penyu.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 200px; height: 134px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5_GEeZDxY-uF9xw4-3IGMqjMvPl23tHK5TuN_JgvC9e4hkMTeJw6QQzXiThSMgOs3iOovymfJD5s2n8ewttUnYQLzXqf4Vp6fCNKMHwMVlTK5_2SWM2xZdg9uJe5-dTrXdGduBQ7tRdYH/s200/Penyu.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265032728519635106" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span> mendekat ke bibir pantai, menunggu mereka tersapu ombak dan terbawa ke lautan. Belakangan kami baru tahu bahwa tukik-tukik tersebut berasal dari tempat penetas</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>an dan penangkaran. Mereka lolos dari sana dan kehilangan arah. Senang rasanya bisa membantu mereka sampai ke tepi pantai--tapi entah nasib mereka selanjutnya...<br /><br /></span></span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkeoylgR-lzBHKu7jJGue_0thof8_FLKNPopaubOdwSA2JqhpZP7kqLyDfuMCaqAhsnpcVhe5h8Ega1Z2FRci1uklfzRCjAqHXlQJDF7apgwZTlW1WzTT0g6q6lja-YxIp9JuZHKZ62Tl_/s1600-h/Tukik.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 200px; height: 134px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkeoylgR-lzBHKu7jJGue_0thof8_FLKNPopaubOdwSA2JqhpZP7kqLyDfuMCaqAhsnpcVhe5h8Ega1Z2FRci1uklfzRCjAqHXlQJDF7apgwZTlW1WzTT0g6q6lja-YxIp9JuZHKZ62Tl_/s200/Tukik.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265033257976374642" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span>Malam itu, kami kembali ke losmen dengan</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span> perasaan puas, dan lega. Bukan hanya karena sudah melihat langsung proses</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span> penyu bertelur. Tapi juga karena melihat</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span> bagaimana telur-telur mereka segera diamankan oleh para petugas penangkaran. Dan melihat bagaimana telur-telur itu menetas menjadi tukik sebelum dilepas ke lautan...<br /><br />Semoga mereka tidak punah. Semoga...<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">EPILOG: REKOMENDASI</span><br /><br />Secara umum, perjalanan dari Jakarta menuju Ujung Genteng membutuhkan waktu 5-6 jam, tergantung kondisi lalu lintas. Kami menyarankan, agar puas, kunjungan ke Ujung Genteng dijadikan tiga hari. Tiba di Ujung Genteng hari pertama siang, memesan losmen lalu memesan ikan-ikan segar untuk makan siang dan makan malam. Malam pertama sebaiknya istirahat. Pada hari kedua, kunjungi semua lokasi wisata yang ada di sekitar sana. Selain pantai akuarium di depan losmen, kami hanya sempat mengunjungi pantai Pangumbahan untuk wisata penyu. Padahal ada banyak obyek wisata menarik di sekitar sana. Ada pantai Cibuaya bagi mereka yang gemar bermain ombak atau bahkan selancar (tapi selancarnya harus bawa sendiri). Ada pantai Cibatu yang konon menyuguhkan terumbu karang yang lebih kaya. Ada pula paket menuju Ombak Tujuh yang memiliki pemandangan indah. Malah kalau kurang puas, ke arah Surade ada gua walet dan air terjun yang mungkin bisa dikunjungi dalam perjalanan pulang.<br /><br />Selain itu, kami menyarankan agar wisatawan membawa sendiri bumbu-bumbu makanan favorit. Kami senang makan lobster di sana, tapi rasanya agak kurang tanpa <span style="font-style: italic;">soyu</span> dan <span style="font-style: italic;">mayonnaise</span>. Jangan lupa pula bawa celana renang, bahkan kacamata selam untuk <span style="font-style: italic;">snorkeling</span> saat pasang pagi. Mungkin lebih puas kalau <span style="font-style: italic;">snorkeling</span> di Cibatu. Selain itu, untuk wisata penyu, jangan lupa bawa lampu senter. Tidak ada penerangan di pantai Pangumbahan karena bisa menakuti penyu-penyu. Penerangan penting supaya kita tahu arah. Selain itu, ikutilah petunjuk petugas penangkarang agar tidak menganggu penyu-penyu yang akan bertelur.<br /><br />Dan terakhir, yang terpenting: bawalah kawan-kawan sebanyak mungkin, hehehehehe... :D<br /><br />Ada yang minat berkunjung ke Ujung Genteng? Ada yang membutuhkan informasi lebih detail? Silakan hubungi saya ya hehehehehe... semoga saya bisa memberikan informasi yang cukup supaya Anda bisa menikmati Ujung Genteng dengan lebih baik. Cheers!<br /></span></span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-24809542196986202732008-10-15T03:34:00.000-07:002008-10-15T07:49:46.600-07:00Citra Diri?<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><br />Sebuah SMS masuk ke ponselku kemarin. <span style="font-style: italic;">Tolong bantuin bikin pertanyaan tentang citra diri dong</span>, begitu kira-kira bunyinya. <span style="font-style: italic;">Minimal 3 deh. Buat pemilihan ketua angkatan</span>. Saat itu juga otakku bekerja--sudah lama ia hanya diam--dan demikian hasilnya:<br /><br />1. Elemen apa yang paling menggambarkan dirimu: api, udara, air, atau tanah? Kenapa?<br />2. Binatang apa yang paling menggambarkan dirimu? Kenapa?<br />3. Kenapa kamu layak dipilih jadi Ketua Angkatan? Apa saja kelebihanmu dan apa saja kekuranganmu?<br />4. Kalau kamu jadi salah satu bagian pohon, kamu jadi apa? Kenapa?<br />5. Kamu ingin jadi apa? Kenapa?<br /><br />Pertanyaan itu kukirimkan segera. Tapi bayang-bayangnya masih membekas di pikiranku. Kira-kira, kalau diberi pertanyaan yang sama, aku akan menjawab apa?<br /><br /></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-style: italic;">1. Elemen apa yang paling menggambarkan dirimu: api, udara, air, atau tanah? Kenapa?</span><br />Api. Karena kata orang, sifat saya berapi-api. Tidak seberapi-api itu sih sebenarnya. Saya api, karena saya cenderung agresif, kasar, dan dalam keadaan lepas kendali, sangat merusak. Menghanguskan. Mampu bergerak cepat, sigap, tanggap pada stimulus dan perubahan, cekatan, tapi ya itu, celakanya: berarti juga impulsif dan kadang bertindak terlalu cepat. Oh, ya, saya api.<br /><br /><span style="font-style: italic;"> 2. Binatang apa yang paling menggambarkan dirimu? Kenapa?</span> <span style="font-style: italic;"> </span><br />Saya nggak tahu pasti jawabannya, tapi kayaknya Elang deh. Elang seekor predator, seekor pemangsa, tanggap, cepat, cekatan. Matanya tajam, ia mengamati dari ketinggian, dari langit, sabar melakukan observasi. Ia fokus; saat ia menemukan mangsa, ia melakukan gerakan cepat dan menyergap mangsa tanpa ampun. Seperti itu juga saya; sabar melakukan observasi, namun begitu mendapatkan kesempatan, saya cepat melakukan tindakan agresif--meskipun, seperti elang, tindakan saya juga bisa luput. Oh, ya, satu lagi; elang mungkin bisa membuat banyak binatang lain iri karena ia yang mampu mengarungi langit yang paling tinggi. Tapi ia selalu sendiri, dan kesepian.<br /><br /><span style="font-style: italic;">3. Kenapa kamu layak dipilih jadi Ketua Angkatan? Apa saja kelebihanmu dan apa saja kekuranganmu?</span><br />Ya entah! Saya nggak mau jadi Ketua Angkatan ;p tapi kalau kelebihan, saya yakin, adalah orientasi saya pada kesempurnaan... meskipun itu kadang jadi bumerang. Kelebihan, karena saya berorientasi pada hasil; dan hasil kerja saya boleh dibilang memiliki kualitas di atas rata-rata hasil kerja orang lain. Saya punya dedikasi atas kesempurnaan yang lebih dibandingkan orang lain. Tapi orientasi pada kesempurnaan ini juga bisa jadi kekurangan; pertama, saya perlu kerja ekstra keras dan hal tersebut bisa menyebabkan terbengkalainya hal lain, dan dua, saya bisa menuntut terlalu banyak pada orang lain, karena tidak semua orang mampu mengikuti tuntutan kesempurnaan saya. Kelebihan lainnya, saya cepat belajar dan mampu melakukan analisa yang tidak sembarangan; kekurangan lainnya, saya cukup labil secara emosional, dan, seperti api, cenderung merusak saat lepas kendali :p<br /><br /><span style="font-style: italic;">4. Kalau kamu jadi salah satu bagian pohon, kamu jadi apa? Kenapa?</span><br />Jadi batang? Batang yang menjadi alasan pohon berdiri tegak, bahkan saat dihembus angin. Batang juga yang menjadi penghubung antara akar-akar yang mengumpulkan mineral dari bumi, dengan dedaunan yang memproduksi makanan. Batang menjadi penegak sekaligus penghubung antarbagian. Dan tidak seperti daun, batang tidak gugur dan berganti dengan yang baru; ia hanya bertumbuh semakin besar, konsisten, menumbuhkan semakin banyak cabang. Oh, ya, satu lagi: batang juga sendirian. Tidak seperti akar atau daun yang bergerombol, satu pohon hanya punya satu batang. Banyak cabang dan ranting, mungkin, tapi tetap satu batang. Satu batang mampu menegakkan satu pohon.<br /><br /><span style="font-style: italic;">5. Kamu ingin jadi apa? Kenapa?</span><br />Ingin jadi seorang pendidik. Dosen, mungkin. Tapi kesannya, dosen terlalu sempit; seorang pengajar formal di universitas. Aku ingin jadi seorang pendidik, bukan sebatas dosen. Menjadi pendidik berarti tidak hanya menjadi pengajar formal di ruang-ruang kelas. Tapi juga menjadi teman yang menunjukkan jalan bagi anak didik, mendampingi mereka meniti jalan, dan mendorong anak didik untuk terus mencapai kemajuan. Menginspirasi mereka, mengembangkan mereka untuk menjadi individu yang lebih baik, bukan sekadar lebih cerdas atau lebih bisa menghafal materi kuliah. Menularkan nilai-nilai kehidupan pada mereka, agar mereka menularkannya pada lebih banyak lagi orang. Wow, menjadi pendidik berarti menjadi biang virus ;p<br /><br />Jadi, kesimpulannya, bagaimana citra diri saya?<br /><br /><span style="font-style: italic;">Saya fokus dan berorientasi pada kesempurnaan. Untuk itu, saya bisa bersabar diam melakukan pengamatan, lalu fokus pada satu hal dan mengambil tindakan yang cepat, cekatan, bahkan cenderung agresif. Namun sifat agresif itu bisa menjadi bumerang. Kadang sifat agresif membuat saya terlalu cepat mengambil tindakan bahkan cenderung merusak. Sifat agresif dan emosional yang lepas kendali bisa membuat saya justru merusak banyak hal.<br /><br />Terlalu berorientasi pada kesempurnaan juga membuat saya kesepian. Tuntutan kesempurnaan membuat saya berjarak dari kebanyakan orang. Apalagi saya bisa bersikap agresif untuk mencapai kesempurnaan, dan saya makin berjarak dari orang saat saya malah lepas kendali dan justru bukan meraih kesempurnaan, melainkan kerusakan. Dan karenanya mungkin saya lebih cocok disebut penyendiri.<br /><br />Sebenarnya, saya ingin membuat perubahan. Saya ingin cukup kuat membuat perubahan untuk banyak orang, banyak pihak, secara konsisten. Seperti batang pohon seorang diri mendukung banyak akar, cabang, ranting, dan daun. Dan karenanya saya ingin jadi pendidik.<br /><br /></span>Kalau kamu gimana???<span style="font-style: italic;"></span></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"> </span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-72701228147278645692008-10-08T18:18:00.000-07:002008-10-08T19:34:21.104-07:00Laskar Pelangi: Sebuah Review<span style="font-style: italic;font-size:85%;" ><span style="font-family:trebuchet ms;"><br />Catatan: review i</span></span><span style="font-style: italic;font-size:85%;" ><span style="font-family:trebuchet ms;">ni saya tulis untuk memenuhi usulan/permintaan dari</span></span><span style="font-style: italic;font-size:85%;" ><span style="font-family:trebuchet ms;"> sahabat saya <a href="http://citcid.blogspot.com/"><span style="font-weight: bold;">Sigit</span></a><br /><br /></span></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvQ2cqQYcfKS10aFZpOeXi4bzMHdhrH2M8CcEkdkl1s3l2cwBNWnHsOxml7jA2DOs6Wyy8WsNYdFbQbdMO3qo1hjLpHP0yqFLWBYrU6vy-GyBnSWDLj_fEl9_EmFlQhXtxBdwWsYsd-ZV8/s1600-h/Laskar_Pelangi_film.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvQ2cqQYcfKS10aFZpOeXi4bzMHdhrH2M8CcEkdkl1s3l2cwBNWnHsOxml7jA2DOs6Wyy8WsNYdFbQbdMO3qo1hjLpHP0yqFLWBYrU6vy-GyBnSWDLj_fEl9_EmFlQhXtxBdwWsYsd-ZV8/s320/Laskar_Pelangi_film.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5254959514094164882" border="0" /></a><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" >Saat saya me</span><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" >nde</span><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" >ng</span><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" >ar</span><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" > bahwa Laskar Pelangi digarap oleh Riri Riza, saya memang sempat mengerutkan alis. Yakin, Riri Riza? Kena</span><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" >pa </span><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" >Riri Riza? Mau tidak mau saya langsung teringat <span style="font-weight: bold;">Gie</span>, salah satu film favorit saya sepanjan</span><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" >g zaman. Tapi f</span><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" >ilm</span><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" > itu cenderung suram dan sunyi. Apakah Laskar Pelangi yang memuat dunia anak-anak yang ceria ini akan dibua</span><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" >t semuram dan sesunyi Gie? Atau ini akan jadi proyek gagal seperti <span style="font-weight: bold;">3 Hari Untuk Selamanya</span>?<br /><br />Ternyata fil</span><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" >m ini tidak sebooming <span style="font-weight: bold;">Ayat-Ayat Cinta</span>. Dan saya segera memahami alasannya saat saya menontonnya: film ini, dalam beberapa aspek, sangat mirip dengan Gie, yang dipuji banyak kritikus film dan meraih beberapa penghargaan di Eropa tapi kurang laku di sini. Terutama penekanannya pada "potret" ketimbang "alur". Bertolak belakang dari film-film mainstream yang membangun alur baku dengan drama 3 babak (pengenalan tokoh-konflik-penyelesaian), film ini lebih berfokus untuk membangun atmosfir atau suasana dengan scene-scene pendek. Riri Riza masih dengan gaya penceritaan yang "sunyi"--banyak menggunakan simbol-simbol sinematografik, gestur-gestur nonverbal para tokoh, sampai adegan-adegan serupa yang diulang-ulang ketimbang menyampaikan secara gamblang melalui mulut para tokoh. Untuk itu saya menggolongkannya sebagai film yang "cerdas".<br /><br />Sayangnya (lagi-lagi saya membandingkannya dengan Gie), film ini lemah dalam dialog. Terutama pada separuh bagian awal. Akibatnya, pembangunan karakter tokoh dengan gaya potret pun terseok-seok. Simak misalnya dialog antara <span style="font-weight: bold;">Pak Harfan</span> dengan <span style="font-weight: bold;">Pak Zul</span> yang terkesan tidak nyata dan sangat kaku. Dan kelemahan dialog ini bukan hanya satu atau dua, tapi cukup banyak hingga cukup mengganggu penghayatan saya atas potret yang dihadirkan melalui film. Paling tidak selama separuh awal film saya merasa *SANGAT* bosan, karena film ini tidak punya alur dan, celakanya, karakter tokoh-tokohnya tidak terbangun gara-gara dialog yang kaku. Untunglah hal ini terkompensasi dengan separuh lainnya yang sangat memikat. Adegan-adegan lucu, menegangkan, sedih, norak, dan banyak lagi, terangkai membentuk satu potret kehidupan yang utuh. Melalui adegan pendek Riri Riza mampu membangkitkan emosi yang biasanya dilakukan oleh sutradara lain melalui alur yang panjang. Dan karena tidak membutuhkan waktu lama untuk membangkitkan emosi penontonnya, Riri Riza dapat membangkitkan bermacam emosi, mulai dari lucu sampai sangat sedih, bahkan secara berganti-ganti. Saya bisa tertawa di film ini; tapi yang terhebat, saya bisa menangis dan merinding hanya oleh satu adegan pendek. Bravo untuk Laskar Pelangi--dan Riri Riza--untuk keahliannya yang satu itu: membangkitkan emosi hanya melalui adegan pendek.<br /><br />Overall, untuk saya, film ini bagus dan menginspirasi, tapi mungkin masih terlalu idealis untuk orang awam. Para penikmat film mainstream yang sangat menyukai alur, mungkin tidak akan menyukai film ini. Terlebih orang-orang yang menginginkan semuanya gamblang dalam dialog maupun adegan. Film ini juga bukan film yang cocok untuk mencari hiburan ringan atau seru-seruan belaka, karena justru menuntut penontonnya melakukan penghayatan mendalam atas simbol-simbol yang ditampilkan. Namun untuk orang-orang yang menyukai film "cerdas", mereka yang suka menyelami karakter tokoh, film ini bagus, meskipun tidak luar biasa, karena punya cacat dalam dialog. Bagus, asalkan Anda bisa melewati dulu separuh awal yang membosankan. Percayalah, Anda *HARUS* melihat keseluruhan film untuk mengatakannya bagus; Anda hanya melihat bagian terburuk kalau hanya bertahan setengahnya :)<br /></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-61964982900365415552008-09-19T07:56:00.001-07:002008-09-19T08:06:54.766-07:00Reboot<span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Akhirnya...<br /><br /></span><span style="font-family: trebuchet ms;">Setelah lebih dari dua bulan vakum, aku kembali. Seperti perantau yang pergi melaut, menerjang badai, kemudian kembali pulang ke rumah. Seperti mineral yang terbawa naik sampai ke pucuk daun, hingga daun itu gugur dan kembali ke tanah. Seperti udara yang sesaat merantau dan berputar dalam tubuh manusia, sebelum nafas kembali menghembuskannya keluar.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Ada banyak pelajaran dalam dua bulan perantauanku di dunia pengangguran. Dunia orang bebas. Tidak ada lagi sistem yang mengungkung, hanya ada pilihan bebas ke mana pun aku mau. Namun kebebasan juga berarti tanggung jawab; tanpa ada tuntutan untuk melakukan sesuatu, aku harus menentukan sendiri tindakan-tindakanku. Menjadi tuan atas hidupku sendiri.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Ada banyak hal yang ingin kubagi denganmu, wahai orang-orang yang kucintai,</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Namun ternyata, bahkan setelah aku selesai dengan sebuah proyek di luar Pulau Jawa, aku kesulitan untuk kembali pada pola lama. Salah satunya, pada kebiasaan menulis blog. Ada banyak yang ingin kubagi dengan kalian semua. Cerita pengalaman bekerja profesional ke sebuah tempat terpencil bernama Tanjung Enim. Cerita pengalaman memimpin tim asesmen ke Palembang dan menjalin relasi dengan orang-orang perusahaan, baik formal maupun informal. Cerita drama pernikahan Tita, dan bagaimana aku merasa begitu kehilangan. Cerita mengenai pasien-pasienku di Klinik Memori, termasuk yang menyenangkan hingga yang akut dan melelahkan. Juga banyak lagi cerita-cerita kecil. Semuanya seperti buah yang matang di pohon, namun tak kupetik tepat pada waktunya—kini semuanya telah membusuk di atas tanah, bahkan sudah lenyap dimakan roda waktu. Sulit kembali menulis cerita-cerita yang sudah lama berlalu, karena aku harus terus bergerak ke depan. Masih banyak buah yang siap dipetik—kini aku akan menulis pengalaman-pengalaman yang masih segar. Bukan yang sudah membusuk di atas tanah.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Reboot. Saatnya memulai lagi proyek menulis untuk blog.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Terima kasih tetap mau membaca blogku. Semoga banyak hal yang bisa Anda dapatkan ke depannya—setelah terlalu lama Black Box ini vakum.</span><br /><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Salam,</span><br /><br /><br /><br /><span style="font-family: trebuchet ms;">Rizal</span><br /></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-52498743088143735152008-07-09T08:26:00.000-07:002008-07-09T09:38:39.021-07:00Bahasa Cinta<span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Bahasa Cinta,<br />Bahasa manusia terjujur, tersuci, dan terindah.<br />Bahasa itulah yang telah kita dengarkan bahkan sejak sebelum kita dilahirkan.<br />Sementara anggota tubuh kita terbentuk, kita mendengar bahasa Cinta,<br />dari Ibu yang mengandung kita, sembilan bulan lamanya.<br /><br />Saat akhirnya kita dilahirkan pun,<br />kita masih bisa mendengar sayup-sayup suaranya.<br />Ada pelukan Ibu, ada suara Ayah.<br />Ada sepasang payudara yang selalu memberikan susu,<br />dan ada wajah-wajah cerah yang menyambut kehadiran kita di dunia.<br />Tapi,<br />sejak saat itu pula, kita mengenal bahasa lain.<br />Bahasa yang lebih kasar, lebih keras, dan lebih dingin.<br />Bahasa yang kemudian mengambil alih perhatian kita.<br />Kita tidak lagi mendengarkan bahasa Cinta, karena ia terlalu halus;<br />sementara bahasa Pasar mengepung kita dari segala penjuru.<br />Kita mendengar bahasa Pasar dan kita berbicara dengan bahasa Pasar,<br />sementara bahasa Cinta sendiri, terlupakan sama sekali.<br /><br /><br /></span></span><div style="text-align: center;"><span style="font-size:85%;">***<span style="font-family: trebuchet ms;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"></span></span></div><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"><br /><br />Kita semua telah melupakan bahasa Cinta;<br />kalaupun mengingatnya, kita sangat jauh dari fasih.<br />Lihat apa yang dunia ini ajarkan pada kita: memiliki atau kehilangan.<br />Segalanya diukur dengan nominal untung dan rugi.<br />Kita masih mendengar istilah cinta, tapi bukan dalam bahasa Cinta,<br />melainkan dengan bahasa Pasar.<br />Kebahagiaan dalam bahasa Pasar identik dengan memiliki banyak hal.<br />Dan cinta dianggap sebagai memiliki pasangan dan saling menuntut.<br />Cinta tidak lagi dipahami sebagai cinta itu sendiri,<br />melainkan dikenal melalui kompromi dan untung-rugi.<br />Kita tidak mengenal cinta karena kita besar dengan bahasa Pasar,<br />hingga cinta dibakukan dengan istilah-istilah HTS, teman-tapi-mesra, pacar, tunangan,<br />bahkan dilembagakan secara hukum dengan nama pernikahan.<br />Namun cinta bukanlah HTS, teman-tapi-mesra, pacar, tunangan, atau pernikahan.<br />Cinta hanyalah cinta.<br />Kita perlu mempelajari lagi bahasanya untuk mengerti hakikatnya.<br /><br />Sayangnya, tidak ada kursus bahasa Cinta.<br />Kita bisa menemukan dengan mudah kursus bahasa asing di mana-mana.<br />Tapi tanyakan padaku, di mana kita bisa belajar bahasa Cinta.<br />Dan Aku akan menjawab,<br />Kau harus mendengarkan suara hatimu yang paling murni, yang paling dalam,<br />karena hati adalah satu-satunya guru bahasa Cinta.<br /><br /><br /></span></span><div style="text-align: center;"><span style="font-size:85%;">***<span style="font-family: trebuchet ms;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"></span></span></div><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"><br /><br />Namun bahkan aku sendiri belumlah fasih.<br />Maafkan Aku, Puteriku.<br />Maafkan Aku yang belum bisa juga mencintaimu dengan tulus,<br />Maafkan Aku yang belum sepenuhnya fasih dengan bahasa Cinta.<br />Kadang kupikir, Aku telah belajar banyak,<br />Namun ketika Kau terlepas, aku tahu bicaraku masih tergagap-gagap.<br />Bantu Aku belajar lebih banyak lagi,<br />hingga Aku bisa mencintaimu,<br />dan tidak merasa kehilangan saat Kau pergi;<br />hingga Aku fasih berbahasa, dengan bahasa Cinta.<br /><br />Kelak kalau sudah lebih mahir kelak,<br />Aku akan membuka sekolah pelajaran bahasa Cinta.<br />Sekolah yang mengajarkan manusia untuk berhenti berpikir,<br />untuk mulai menggunakan hati.<br />Agar manusia mengerti bahwa kebahagiaan tidak sama dengan memiliki.<br /></span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-32691015314081577242008-06-21T08:10:00.000-07:002008-06-30T00:54:39.879-07:00Sore Bersama ******<span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">Lagi-lagi, postingan dihapus atas permintaan yang bersangkutan.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">Doh. Tampak saya sering melanggar privasi orang. Tampaknya kebebasan menulis di blog memang tidak terjamin, karena sangat mungkin bersinggungan dengan kebebasan orang lain =D</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">Mungkin suatu kali saya perlu menulis betapa orang takut pada kejujuran. Ingatkan saya untuk menulisnya nanti =D</span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-48891091127264243782008-06-07T21:02:00.000-07:002008-06-07T21:09:21.123-07:00Jika Aku Mati Malam Ini<span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">Jika kamu terbangun pagi ini dan kemudian mendapat kabar, kamu akan mati malam ini.<br />Apa yang akan kamu lakukan?<br /><br />Aku akan memutuskan,<br />hari ini adalah hari yang teramat indah.<br /><br />Dan hari yang teramat indah tidaklah semestinya disia-siakan.<br />Maka Aku pun tidak akan berleha-leha.<br />Aku akan segera bangun dan duduk di halaman, menanti sang mentari datang.<br />Menyapa ketika sinarnya datang,<br />dan meresapi semua kehangatan yang dipancarkannya pada dunia,<br />pada awal kehidupanku yang singkat.<br /><br />Lalu Aku akan berolahraga, barang sedikit.<br />Menggerakkan otot-otot tubuh, memacu jantung,<br />Menghayati gerakan setiap sel yang terkoordinasi dengan rapi.<br />Betapa menakjubkannya tubuh ini;<br />dan betapa Aku bersyukur atas semua kemampuan tubuh yang kumiliki,<br />atas semua yang bisa kulakukan dengannya.<br />Lalu kumanjakan ia dengan air dan wewangian.<br />Membasuh seluruh permukaannya dengan rasa sayang.<br />Betapa Aku teramat menghormatinya;<br />Dan Aku berterima kasih padanya karena memungkinkanku melakukan banyak hal,<br />dalam satu hari terakhirku hidup di dunia.<br /><br />Dengan tubuh itu, Aku akan bersantap pagi bersama keluarga.<br />Kami menikmati roti bakar selai coklat dan secangkir kopi panas.<br />Kami mengobrol akrab, bercanda ria,<br />Meresapi setiap detik kebersamaan yang mengagumkan,<br />Sebelum malam nanti, semuanya menjadi tiada.<br /><br />Aku juga akan mengumpulkan sahabat-sahabatku.<br />Aku akan menghubungi mereka satu persatu, menanyakan kabar mereka hari itu,<br />dan mengundang mereka bersantap siang denganku.<br />Aku akan memasakkan mereka, hidangan terbaik yang bisa kubuat.<br />Dan kami akan duduk melingkar,<br />Berbincang panjang lebar, bercanda ria dan tertawa terbahak-bahak,<br />hingga sore menjelang.<br />Aku akan mengantar mereka sampai ke pintu pagar,<br />lalu berterima kasih, sebesar-besarnya,<br />karena telah hadir menghias waktu hidupku yang singkat.<br /><br />Aku akan menyempatkan diri mengunjungi taman terdekat,<br />Untuk menikmati sore yang hangat dan akrab.<br />Aku akan mengamati pohon-pohon yang menjulang,<br />Serta binatang-binatang yang bermain riang.<br />Meresapi seluruh keindahan alam, seolah-olah untuk yang pertama kalinya,<br />dan yang terakhir kalinya, sebelum mati meniadakan segalanya.<br />Aku akan melihat matahari terbenam, dan Aku akan berterima kasih padanya,<br />terima kasih yang begitu besar,<br />karena telah menyinari separuh hari akhirku yang indah.<br /><br />Dan ketika malam tiba,<br />Aku akan mengajak orang yang paling kusayangi bersantap malam denganku.<br />Kami akan makan di restoran, kami akan memesan makanan yang lezat.<br />Lalu kami akan mengobrol akrab,<br />dan berkali-kali Aku menikmatinya tersenyum hangat.<br />Demikian menit demi menit waktuku yang tersisa di dunia berlalu.<br />Malam semakin larut dan Aku semakin dekat dengan maut;<br />Maka Aku akan mengantarkannya pulang,<br />sampai ke depan pintu pagar rumahnya.<br />Betapa Aku teramat mencintainya,<br />Betapa Aku berterima kasih atas hadirnya,<br />dan betapa Aku bersyukur, atas semua yang telah diberikannya.<br /><br />Ketika akhirnya Aku berbaring di atas ranjang,<br />Aku tahu waktuku tiba sudah.<br />Saatnya bagiku mengucapkan selamat tinggal pada dunia,<br />Saatnya bagiku pasrah, melepaskan segalanya.<br />Karena pada akhirnya, segala sesuatunya akan berlalu dan menjadi tiada.<br />Tidak ada sesal yang kubawa, hanya syukur yang tak terperi indahnya.<br />Hari ini memang hari yang teramat indah.<br />Dan dalam akhir hari yang teramat indah itu, kupejamkan kedua mata,<br />dan Aku jatuh dalam kegelapan, dalam ketiadaan.<br />Dalam ketiadaan kutemukan kenyamanan, kutemukan kedamaian,<br />seperti dalam rahim ibu.<br />Dalam kedamaian itu, Aku Abadi.</span><br /><br /><br /><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span></p><p align="center"><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">***</span></p><p align="center"><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span></p><p align="left"><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span></p><p align="left"><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span></p><p align="left"><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;color:#000000;">.</span></p><p align="left"><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">Tapi kita memang akan mati malam ini.<br />Malam ini kita akan memejamkan mata, meninggalkan hari ini,<br />Dan hari ini pun menjadi tiada;<br />Ia usang menjadi hari kemarin, yang hanya ada dalam kenangan.<br />Ya, kita akan mati malam ini.<br />Jadi putuskanlah;<br />apa yang harus kita lakukan hari ini?<br />Akankah kita membiarkannya berlalu sia-sia?<br />Akankah kita menjadikannya momok yang menyedihkan?<br />Ingatlah, kita akan mati malam ini,<br />Jadi Aku tak akan menodai hari ini dengan keluhan dan penyesalan;<br />Aku akan menikmatilah hari ini sebaik-baiknya,<br />dan Aku akan bersyukur atas semua yang terjadi.<br />Sudahkah kita berterima kasih pada tubuh yang mengagumkan,<br />yang memungkinkan kita menjalani hari penuh aktifitas?<br />Sudahkah kita berterima kasih pada alam yang menakjubkan,<br />Yang memberi warna pada kehidupan?<br />Sudahkah kita berterima kasih pada orang-orang yang kita cintai,<br />Atas hadirnya mereka, atas kebersamaan yang mereka bagi?<br />Sudahkah kita bersyukur atas hidup, dan atas setiap detik di dalamnya?<br />Semua yang tak terperi indahnya, dan aku bersyukur atas mereka semua;<br />karena malam nanti, semuanya akan menjadi tiada.<br /><br />Kelak mungkin,<br />kita akan dilahirkan kembali besok pagi, bereinkarnasi di hari yang baru,<br />meskipun mungkin juga tidak.<br />Jadi kita tidak perlu berharap.<br />Namun bila memang hari baru datang, nikmatilah,<br />Seperti kita pertama kali mengalaminya, hadir di dalamnya.<br />Nikmatilah kebebasan tubuh,<br />Nikmatilah alam raya,<br />Nikmatilah kebersamaan dengan orang-orang yang kita cintai,<br />Seperti kita mengalaminya untuk pertama kali.<br />Nikmatilah setiap detik dalam satu harinya, dan bersyukurlah,<br />karena satu hari kehidupan sangatlah mengagumkan;<br />karena malam harinya, kita akan mati lagi,<br />dan hari itu pun menjadi tiada lagi.</p></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-42472540835395339002008-06-07T20:52:00.000-07:002008-06-08T06:07:03.761-07:00Ain't She Lovely?<span style="color:#000000;">.</span><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxwtSgVel6rwJEmg6G3LoOlIFySuYCTDqVw1D4_ryLXd0Z4M5ypSYq89N9pxUtuiJzLKos4Zco7KKDkP2__TJfE5fE88oZwbS3WxsDApL9tL_9reb5imkn97_AWuaXdz31B-bV4LRWnU0A/s1600-h/DSC_0057_ed.jpg"></a><div><div><div></div><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span></p><p></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span></p><p align="center"><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;color:#c0c0c0;">[FOTO TELAH DIHAPUS*]</span></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;color:#000000;">.</span></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">Ain’t she lovely,</span></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">With smile like a fancy candy,</span></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">Like sugar on my morning coffee,</span></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">Like colors on my little diary?</span></p><p><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span></p><p></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;color:#000000;">.</span></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">... I do love her so. </span></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;color:#000000;">.</span></p><p><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">*Dihapus atas permintaan yang bersangkutan. Awalnya uda boleh, tapi tiba-tiba ngerasa malu dan berubah pikiran. Bgitulah #p</span></p></div></div>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-44808832698891487492008-05-24T16:58:00.001-07:002008-05-24T17:03:03.706-07:00Melepaskan<span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><em>Let it go</em></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><em>Let it roll right off your shoulder</em></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><em>Don’t you know</em></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><em>The hardest part is over</em></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><em>Let it in</em></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><em>Let your clarity define you</em></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><em>In the end</em></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><em>We will only just remember how it feels<br /></em></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;">Sudah sering aku menerima orang yang curhat mengenai kisah cinta mereka. Belajar bersama mereka makna dari cinta, hubungan, kehilangan, dan kekecewaan. Namun baru kali ini aku bisa melihat sebuah potret yang utuh. Sang pria, sahabatku, percaya aku bisa mencerna keluhan-keluhannya menjadi solusi konkrit. Sang wanita, pasangannya, percaya aku sebagai orang psikologi mampu menjawab pertanyaan-pertanyaannya mengenai manusia. Mereka berdua insan yang saling mencintai. Namun mereka saling kehilangan dan sama-sama menderita. Dan mereka datang padaku.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><br />Bagi sang pria, wanita yang disayanginya memberinya kenyamanan dan kedamaian. Bersamanyalah sahabatku itu membayangkan keluarga yang harmonis di masa depan. Istri yang menyambutnya di rumah ketika ia pulang. Tempatnya bermanja-manja dan melepas lelah setelah seharian bekerja di luar sana. Sosok yang menjadi pendampingnya menjalani hidup yang panjang hingga akhir hayat. Namun kemudian perhatian sang wanita membuatnya bosan. Ia pernah mengenal wanita yang justru memberinya tantangan untuk selalu berkarya, dan ia merindukan wanita seperti itu. Wanita yang tak pernah membuatnya bosan, meskipun tidak bisa memberikan kenyamanan. Sahabatku itu merindukan wanita seperti itu, tapi juga menginginkan kenyamanan. Ia menginginkan keduanya. Ia menginginkan wanita yang bisa memberinya kenyamanan sekaligus tantangan. Andai wanita yang bersamanya sekarang bisa memuaskan semua keinginannya itu...<br /><br />Dan sang wanita. Sosok yang dulu sangat mandiri hingga sahabatku itu mendekatinya, memanjakannya. Ia terlena. Ia mencurahkan seluruh perasaan dan perhatiannya untuk sahabatku itu, tapi kemudian sahabatku itu menjadi bosan. Betapa tidak adil! Saat ia sudah sangat terbiasa dengan perlakuan istimewa, pacarnya mengatakan bosan dan ingin pergi dulu. Betapa tidak adil! Andai pria itu bisa lebih memahaminya. Andai pria itu bisa lebih bertanggung jawab, dan menyayanginya seperti dulu, seperti ia masih menyayanginya hingga sekarang...<br /><br />Dan aku. Aku menjadi penonton melalui layar laptopku. Menyaksikan mereka yang masih saling menyayangi dan saling membutuhkan. Namun saling kehilangan dan sama-sama terluka.<br /><br />Tidakkah menakjubkan bagaimana sepasang manusia yang saling menyayangi akhirnya dapat saling mengikat, saling menjajah, dan akhirnya saling melukai? Tidak ada kebahagiaan yang tersisa dalam hubungan mereka sekarang. Dulu mereka adalah pasangan yang berbahagia, yang menikmati setiap waktu yang mereka lalui bersama. Ke manakah kebahagiaan itu pergi? Mereka berharap bisa kembali pada masa-masa indah itu lagi, masa-masa indah yang mereka jalani bersama. Namun tentu saja dunia telah berubah, dan akan selalu berubah. Hingga mereka saling kehilangan. Saling mempertanyakan. Saling berharap, dan saling menuntut. Namun masa lalu takkan pernah kembali. Kenangan hadir hanya untuk dihargai keindahannya, tapi bukan untuk diulang. Kenangan akan selamanya menjadi bagian dari diri mereka; tapi mereka berdua harus menciptakan masa-masa indah yang baru. Karena dunia terus berubah, mereka juga terus berubah, dan masa-masa yang harus mereka lalui bersama pun terus berubah.<br /><br />Sang wanita berkata padaku, ia sudah tidak bisa mengenali dirinya sendiri lagi. Ia tak tahu lagi apa yang diinginkannya. Namun aku tahu, jauh dalam hatinya, ia berharap semuanya bisa menjadi seperti sediakala. Sementara sahabatku, terdera rasa bersalah, memutuskan untuk berusaha lebih keras mempertahankan hubungan. Selama ini keadaannya memang tidak adil. Sang wanita sudah berusaha sangat keras, dan sahabatku itu terlalu cepat menyerah. Sudah saatnya ia berkorban lebih banyak. Namun, cinta tidak datang dari pengorbanan. Saat mereka saling jatuh cinta dulu, mereka tidak saling berkorban; mereka saling berkelimpahan dan mereka saling berbagi.<br /><br />Aku berkata, “Lepasin aja, <em>Bro</em>.”<br /><br />Sahabatku itu membalas. “Lepasin?”<br /><br />“Lepasin. Nggak usah berusaha apa-apa. Karena dulu saat pertama kali jatuh cinta, lu nggak berusaha jatuh cinta sama dia. Saat dulu lu berbahagia dengan dia pun, lu nggak berusaha untuk berbahagia, atau berusaha mengulang masa indah apa-apa. Semuanya dateng gitu aja.”<br /><br />“Tapi bukannya kita harus berusaha?”<br /><br />“Dulu kalian berbahagia karena saling menemukan dan menjalani semuanya dengan alami. Tanpa rencana dan tanpa harapan apa-apa. Sekarang kalian terpaku pada kebahagiaan yang sudah berlalu. Sekarang kalian saling tergantung, saling mengikat, dan saling menyakiti. Kalian berencana dan berharap bisa mendapatkan lagi kebahagiaan. Tapi untuk bisa berbahagia seperti dulu, kalian harus saling menemukan lagi. Dan untuk saling menemukan lagi, kalian harus saling melepaskan dulu. Kalian harus bebas lagi, sebebas dulu saat kalian saling jatuh cinta pertama kali. Kalian harus berusaha, tapi bukan berusaha untuk menjaga hubungan; kalian harus berusaha untuk saling melepaskan dan saling membebaskan diri.”<br /><br />“Tapi gua gak mau kehilangan dia.”<br /><br />“Jangan khawatir. Kalau dia emang yang terbaik buat lu, kalian pasti akan saling menemukan lagi. Dan kalian pasti bisa berbahagia bersama-sama lagi, dan lu pasti bersyukur. Tapi kalo kalian nggak saling menemukan lagi, lu bakal saling menemukan dengan yang terbaik. Dan saat itu, lu juga pasti bersyukur.”<br /><br />Agak lama sahabatku itu terdiam. “Ah, itu bikin lega. <em>Thanks a lot, Bro</em>.”<br /><br />Entah apa dia benar-benar mengerti maksudku atau tidak. Aku tersenyum menatap pesannya di layar laptop. Tersenyum getir.<br /><br /><div align="center"><br />***<br /></div><br /><br />Tersenyum getir, karena saat aku menceramahinya, aku menampar diriku sendiri. Melalui mereka aku bercermin dan melihat bayangan buruk rupa: bayanganku sendiri. Entah apa yang orang-orang lihat dariku hingga mereka percaya padaku. Tapi aku sendiri bukan orang yang terbilang berhasil dalam percintaan. Bukan hanya karena sampai sekarang aku masih menjomblo. Satu setengah tahun, aku selalu membela diri dengan kedok “kesetiaan”. Namun aku tahu, jauh di baliknya, aku hanyalah orang yang belum sanggup melepaskan.<br /><br />Satu setengah tahun yang lalu, aku mengalami masa-masa yang amat menyenangkan dengan Sang Puteri. Aku terlena. Lalu aku pergi diklat... dan mendapati dirinya sudah menghilang saat aku pulang. Aku merindukan masa-masa itu, masa-masa indah bersamanya sebelum aku pergi diklat. Kerinduan tumbuh menjadi harapan, harapan tumbuh, mengembang, membesar, dan menghimpitku. Menyesakkan. Dan kemudian ia mengatakan padaku, aku tidak pernah kehilangan apa-apa, karena sejak awal aku tidak memiliki apa-apa. Cintanya hanyalah bayangan semu; cintaku padanya bertepuk sebelah tangan.<br /><br />Apakah yang harus kulakukan agar aku bisa kaucintai, Puteri?<br /><br />Satu setengah tahun. Naik dan turun. Masa-masa menyenangkan bercampur-baur dengan kekecewaan yang mendalam serta perselisihan yang keras. Aku ingin memenangkan hatinya. Aku ingin membuatnya juga menginginkanku sebanyak aku menginginkannya. Namun semua itu tak pernah menjadi lebih dari sekadar angan-angan. Aku tak pernah bergerak ke mana-mana. Satu setengah tahun aku berlari di tempat. Aku tak bisa meraihnya, mendapatkannya, dan menjadi lebih dekat dengannya. Namun aku juga tak bisa melupakannya, karena ia juga tak pernah benar-benar pergi jauh.<br /><br />Satu setengah tahun aku terjebak dalam lingkaran setan, berputar-putar tanpa arah. Tidak pernah ada kebahagiaan yang nyata, karena setiap rasa senang hampir pasti akan diikuti oleh kekecewaan, dan kekecewaan menyebabkan tuntutan, dan tuntutan menyebabkan perselisihan, dan dalam perselisihan kami saling melukai, kami saling menyakiti. Ke manakah kebahagiaan yang dulu pernah kurasakan itu? Aku masih menyayanginya, aku tak ingin menyakitinya. Aku ingin berhenti. Aku ingin semuanya kembali seperti dulu, sebelum aku pergi diklat. Tapi aku tak tahu bagaimana caranya membebaskan diri dari lingkaran setan itu. Aku tak tahu bagaimana caranya meraih kembali kebahagiaan itu.<br /><br /><div align="center"><br />***<br /></div><br /><br />Beberapa hari belakangan ini, aku sedang sangat menikmati masa-masaku dengan Sang Puteri. Menjalani momen-momen bersama dengan penuh sukacita. Berputar-putar di kota mencari bioskop yang masih memutar <em>Iron Man</em>, atau menyelesaikan berbagai macam urusan di banyak tempat. Menunggunya lama di tempat janjian, lalu melihatnya datang dengan pakaian berwarna mentereng. Memilih dan mengomentari barang-barang mewah yang terpajang di etalase-etalase mall. Lepas kendali di taman bermain, mengumpulkan sebanyak mungkin poin untuk ditukarkan dengan cinderamata. Makan malam dan saling mencoba menu yang dipesan. Melihatnya berdiri menunggu di tepi jalan. Mengantarnya pulang meskipun hanya sampai ke depan gang. Menghabiskan waktu bersama mengantri BBM jam tujuh malam... sungguh bukan hal-hal besar, hanya hal-hal kecil biasa. Namun setiap detiknya, setiap detiknya penuh oleh kebahagiaan.<br /><br />Sebesar kebahagiaanku satu setengah tahun yang lalu, sebelum aku pergi diklat.<br /><br />Aku tak benar-benar tahu apa yang terjadi. Apakah akhirnya ia kembali menjadi seperti dulu, sebelum aku menghilang dua minggu dalam diklat? Apakah akhirnya ia mencintaiku juga? Semuanya masih menjadi misteri. Tapi satu hal yang pasti: semuanya terjadi begitu saja. Spontan. Tanpa perencanaan apa-apa, tanpa pengharapan apa-apa, tanpa usaha apa-apa.<br /><br />Aku menemukan kembali kebahagiaan itu, kebahagiaan yang telah lama kucari-cari.<br /><br />Justru ketika akhinya aku mulai menyerah, ketika aku mulai melepaskan segala upaya, segala sesuatunya berubah menjadi alamiah, menjadi luwes, mengalir, senantiasa berubah, dan karenanya senantiasa menjadi baru. Tiba-tiba saja, cintaku menjadi semurni saat aku jatuh cinta padanya pertama kali, satu setengah tahun yang silam. Demikian pula momen-momen yang kulalui bersamanya; semua terasa begitu menyegarkan, seolah aku baru saja mengalami semuanya untuk yang pertama kali.<br /><br />Sesungguhnya kebahagiaan selalu hadir bersama sesuatu yang baru. Dan karena dunia senantiasa berubah, segala sesuatunya selalu menjadi baru, dan kebahagiaan pun tak pernah ke mana-mana. Ia selalu hadir dalam setiap detik yang aku lalui. Namun untuk meraihnya, aku harus membebaskan diriku dulu. Melepaskan semua ikatan, seindah apa pun itu. Hanya dengan meninggalkan sangkar emas aku dapat terbang bebas, merasakan kebahagiaan hidup bersama alam raya.<br /><br />Aku tersenyum. Bahkan pengalaman beberapa hari belakangan ini pun telah berlalu. Ia menjadi kenangan yang hadir untuk dihargai keindahannya. Namun tak ada yang perlu diulangi. Karena dunia terus berubah, kami juga senantiasa berubah, dan masa-masa yang harus kami lalui bersama pun selamanya berubah. Tidak ada gunanya mengikatkan diri pada kenangan, atau pada harapan, atau pada status dan perjanjian apa pun... karena hanya dengan membebaskan dirinya manusia dapat merasakan kebahagiaan hidup, dan mensyukurinya.<br /><br />Ditemani lagu <em>Little Wonders</em> dari Rob Thomas, aku berbaring di kasur. Memandangi langit-langit kamar yang remang-remang. Sudah kupegang salah satu kunci kebahagiaan hakiki. Semoga aku tak lupa lagi cara menggunakannya. Lepaskan segala keterikatan, bebaskan diri sendiri, dan aku akan menemukannya, menemukan kebahagiaan itu, dalam banyak hal yang aku alami. Aku tersenyum lebar.<br /><br /><em>Our lives are made</em><br /><em>In these small hours</em><br /><em>These little wonders</em><br /><em>These twists and turns of fate</em><br /><em>Time falls away</em><br /><em>But these small hours</em><br /><em>These small hours</em><br /><em>Still remain</em></span><br /></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com16tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-58265155752796869822008-05-22T08:27:00.001-07:002008-05-22T09:28:34.099-07:00Curhatan Seorang Calon Enumerator<span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><em>Enumerator</em>. Itu posisi kedua yang ditawarkan IMPACT padaku. Sebelumnya lembaga itu pernah menawariku posisi untuk <em>data entry</em>. Aku tidak suka bekerja semata-mata menginput data, jadi akhirnya aku menolak. Lain dengan enumerator. Tugasnya adalah turun ke lapangan mewawancarai para pengguna narkoba. Aku sangat tertarik. Aku ingin menjajal kemampuanku melakukan interview. Aku ingin menempa kemampuanku menghadapi orang-orang yang bermasalah. Tanpa pikir panjang aku segera menelepon koneksiku di IMPACT, "gwa daftar jadi enumerator!"</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><br />Dan terdaftarlah namaku dalam daftar calon enumerator.</span><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"> </span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><br /><br /></span><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"></span><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><p align="justify"></p><p align="center">***<br /><br /></p><p align="center"></p><p align="justify"></p><p align="justify"></p><p align="justify"></p><p align="justify">Hari Rabu. Para calon enumerator berkumpul di markas IMPACT di Hasan Sadikin. Kami mendapatkan pelatihan selama dua hari berturut-turut. Hari pertama itu aku mengetahui bahwa kepala proyeknya adalah seorang dokter, dan calon-calon kolegaku adalah orang-orang dari Psikologi UNPAD dan Kedokteran UNPAD. Setelah penjelasan singkat mengenai penelitian dan pembekalan mengenai jenis-jenis narkotika, Dr. Shelly--sang kepala proyek--membagikan kami sebuah dokumen tipis. Aku melihat halaman demi halaman. Semacam kuesioner survey. Pada bagian depannya aku melihat judulnya. ASI-X. Dan di sampingnya... aku membelalak.<br /><br />"Jadi ini ya panduan wawancaranya. Semua pertanyaannya harus ditanyakan..."<br /><br /><em>Formulir Wawancara</em>. Aku tidak percaya ada panduan wawancara setebal itu. Aku teringat kuesioner-kuesioner rekan-rekanku yang sedang mengerjakan skripsi. Aku ingat protes karena kuesioner yang mereka buat tidak bersahabat dengan responden. Bahasanya kerap terlalu rumit untuk dipahami manusia normal. Atau yang lebih bikin senewen, kuesioner yang jumlah itemnya sampai ratusan, dengan beberapa item diulang-ulang, untuk mendapatkan validitas yang mengagumkan. Aku mengomel. Mahasiswa psikologi yang katanya mempelajari manusia, ternyata lebih tertarik dengan validitas alat ukur ketimbang dengan manusianya itu sendiri. Mahasiswa psikologi terlalu sibuk menentukan presisi hingga lupa untuk berempati.<br /><br />Sulit dipercaya, aku menemukan masalah yang sama di lembaga multinasional sekelas IMPACT.<br /><br />Dr. Shelly menjelaskan pada kami caranya menggunakan panduan tersebut. Jawaban hasil wawancara diskor secara numerik. Aku teringat panduan observasi seorang rekanku di Psikologi. Aku ingat rekanku itu menjelaskan, data hasil observasi dicantumkan dalam bentuk turus. Panduan tersebut mengundang banyak pertanyaan dari para calon observer. Aku ingat aku menyarankan, lebih baik pengisian diganti dengan kalimat deskriptif, alias data kualitatif. Data kualitatif bisa mencakup banyak hal situasional. Data kualitatif bisa dikonversi ke dalam bentuk numerik belakangan. Data kuantitatif alias numerik, di sisi lain, akan menghilangkan banyak data situasional. Ia pun tidak betul-betul bisa dikonversi kembali ke data kualitatif...<br /><br />Sayangnya aku hanya bisa teringat. ASI-X adalah alat ukur yang dikembangkan oleh sejumlah orang jenius di Amerika. Validitas dan reliabilitasnya sangat bagus. Alat ini sudah diadaptasi dan digunakan di puluhan negara. Tidak ada bagian yang boleh diubah atau dimodifikasi karena bisa merusak validitas dan reliabilitasnya.<br /><br />Secara keseluruhan, pengisian ASI-X membutuhkan waktu sekitar satu jam.<br /><br />Aku menghela nafas. Ternyata bagi masyarakat ilmiah umum, yang terpenting adalah validitas dan reliabilitas alat ukur. Masalah beban bagi responden, atau keberadaan data-data situasional... semua harus tunduk di bawah validitas dan reliabilitas alat ukur. Inilah pola pikir masyarakat yang disebut ilmiah dan profesional. Pola pikir yang sangat bertentangan denganku, yang jauh mengagungkan manusia, dan segala keunikannya, jauh di atas validitas dan reliabilitas alat ukur. Ingin rasanya aku berontak dan mempermak formulir ASI-X itu. Seperti aku mempermak kuesioner-kuesioner rekan-rekanku di fakultas. Aku ingin menjadikannya jauh lebih manusiawi. Sayang, hal itu tidak dimungkinkan karena validitas dan reliabilitasnya bisa rusak. Validitas dan reliabilitasnya bisa rusak. Ya, karena validitas dan reliabilitas itu yang paling penting... aku jadi sinis.<br /><br />Ah, mungkin aku saja yang cara berpikirnya tidak normal. Mungkin aku saja yang terlalu banyak terpengaruh oleh aliran kualitatif dan paham eksistensial.<br /><br />Aku hanya menghela nafas, pasrah.</p><p align="justify"></p><p align="justify"></p><p align="justify"></p><p align="justify"></p><p align="center"><br /><br />*** </p><p align="center"></p><p align="center"><br /><br /></p><p align="justify">Hari Kamis. Para calon enumerator kembali berkumpul di markas IMPACT di Hasan Sadikin. Pada pelatihan hari dua, kami mewawancara pecandu narkoba secara berpasangan. Tujuh orang <em>junkie</em> datang menjelang <em>coffee break</em>. Aku dan rekanku Andi memilih <em>junkie</em> yang tampaknya paling parah. Wawancara itu bermula dengan obrolan-obrolan santai. Namun seiring dengan berjalannya waktu, ASI-X mulai menampakkan kekuatannya. Aku dan Andi kelelahan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang begitu banyak, dan seolah berulang-ulang. <em>Junkie</em> yang kami wawancarai pun mulai tampak tertekan oleh pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan. Semua terasa kaku dan serba terkendali. Untunglah wawancara itu segera berakhir. Satu jam lebih beberapa menit. Aku mencairkan suasana dengan kembali mengajaknya mengobrol secara santai. Dan kami berhasil.<br /><br />Ternyata aku justru yang paling beruntung. Dalam sesi <em>sharing</em>, <em>junkie</em> yang kuwawancara memuji aku dan Andi karena aktif dan punya rasa ingin tahu yang besar. Katanya, kami calon psikolog yang baik. Sayangnya tidak demikian dengan yang lain. Hampir semua <em>junkie</em> mengeluh. Ada yang mengeluh, pewawancaranya tidak siap, masih canggung. Ada yang mengeluh, pewawancaranya belum menguasai materi. Ada yang mengeluh, pewawancaranya bersikap seperti polisi, mengajukan pertanyaan-pertanyaan pendek dan meminta jawaban-jawaban pendek. Para <em>junkie</em> bosan dengan pertanyaan yang melulu mengenai kondisi mereka 30 hari terakhir. Mereka mengeluh pertanyaan-pertanyaannya hanya mengenai apa yang sudah berlalu; padahal mereka menginginkan pertanyaan-pertanyaan yang lebih berkaitan dengan rencana mereka ke depannya.<br /><br />Untuk beberapa keluhan, Dr. Shelly menyalahkan kami para calon enumerator. Manurutnya, kami belum sepenuhnya menguasai materi. Kami juga lupa mengungkapkan tujuan penelitian di bagian awal. Jelas itu memang salah kami. Namun untuk keluhan-keluhan lainnya, terutama yang berkaitan dengan bentuk-bentuk pertanyaannya, Dr. Shelly tidak lantas menyalahkan ASI-X-nya. Dr. Shelly justru membelanya. Beliau menyatakan bahwa panduan tersebut dikembangkan di Amerika dan sudah digunakan di puluhan negara; dan panduan tersebut tidak boleh diubah. Pertanyaan-pertanyaannya, dengan demikian, adalah harga mati.<br /><br />Bisa kulihat wajah-wajah para <em>junkie</em> yang tidak puas dengan hal itu.<br /><br />Aku juga tidak puas. Aku bisa memahami ketidakpuasan mereka. Aku memahami keinginan mereka. Mereka ingin didengarkan. Mereka menginginkan obrolan yang santai dan mengalir tanpa beban. Mereka menginginkan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam, yang memungkinkan mereka bercerita banyak mengenai pengalaman-pengalaman mereka. Atau cerita mengenai rencana-rencana mereka ke depannya. Jelas mereka kecewa ketika ternyata mereka lebih banyak diperlakukan sebagai mesin penjawab pertanyaan. Ketika mereka malah mendapatkan sesi yang mirip sesi interogasi. Ketika mereka mendapatkan begitu banyak pertanyaan yang berulang-ulang dan memaksa mereka hanya menjawab singkat. Yang hanya mengungkit-ungkit kejadian 30 hari terakhir.<br /><br />Dr. Shelly juga memahami kekecewaan itu. Tapi baginya, ASI-X adalah harga mati.<br /><br />Ingin rasanya aku angkat bicara. Ingin pula aku berkata lantang, mari kita buang saja ASI-X itu! Mari kita gunakan teknik wawancara terbuka. Atau mari kita ringkas menjadi panduan mini yang lebih tepat guna. Mari kita catat informasi dari pasien secara deskriptif berdasarkan pengalaman-pengalaman konkrit mereka. Baru mari kita konversi menjadi skor numerik belakangan. Tapi aku tahu, mungkin hanya aku yang berpikir seperti itu. Mungkin aku satu-satunya orang yang berpikir seperti itu.<br /><br />Memang mungkin hanya aku saja yang cara berpikirnya tidak normal. Mungkin aku saja yang terlalu banyak terpengaruh oleh aliran kualitatif dan paham eksistensial.<br /><br />Aku hanya menghela nafas, pasrah.</p><p align="justify"></p><p align="justify"></p><p align="justify"></p><p align="justify"></p><p align="center"><br /><br />***<br /><br /></p><p align="center"></p><p align="center"></p><p align="justify"></p><p align="justify"></p><p align="justify">Mengapakah banyak orang mengagungkan validitas dan reliabilitas di atas segala-galanya--di atas manusia itu sendiri?<br /><br />Dr. Shelly bilang, tujuan penelitian yang aku ikuti ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum pengguna narkoba suntik dari berbagai aspek. Aspek kesehatan. Aspek keuangan. Aspek alkohol/narkoba. Aspek hukum. Aspek lingkungan sosial. Dan aspek psikologis. Dr. Shelly berharap nantinya IMPACT bisa mendapatkan data mengenai aspek mana yang menjadi masalah utama bagi para pengguna narkoba suntik. Data tersebut akan dijadikan acuan untuk merancang program terapi yang lebih baik untuk mereka.<br /><br />Namun apa yang sesungguhnya kita butuhkan untuk merancang program terapi yang lebih baik? Alat ukur yang sangat termasyhurkah? Atau pemahaman atas diri mereka secara alamiah dan mendalam? Bagaimana mungkin kita bisa memahami mereka dengan baik apabila kita hanya memperlakukan mereka sebagai obyek, sebagai "karung informasi"? Bagaimana mungkin kita bisa memahami mereka jika kita menomorsekiankan empati, jika kita lebih mengagungkan kemasyhuran alat ukur? Bagaimana kita bisa memahami mereka lebih baik jika kita lebih percaya pada alat ukur ketimbang pada para <em>junkie</em> itu sendiri? Bagaimana mungkin kita bisa memahami masalah-masalah utama mereka jika kita hanya peduli pada jawaban normatif, jika kita hanya peduli pada angka-angka 0-9? Yang paling sederhana saja: bagaimana bisa kita memahami mereka jika kita tidak peduli dengan keinginan mereka untuk didengarkan; jika kita lebih peduli dengan terisinya panduan wawancara hingga penuh?<br /><br />Aku ingin berkata lantang, mari kita buang saja ASI-X itu! Mari kita gunakan teknik wawancara terbuka. Mari kita himpun data yang jauh lebih kaya dan mendalam daripada data dari ASI-X yang arogan itu, yang masyhur karena buatan Amerika dan digunakan di puluhan negara! Mari kita membuat sesuatu yang lebih baik! Mari kita biarkan cemoohan dunia ilmiah. Mari kita berfokus pada upaya untuk merancang program terapi yang jauh lebih tepat sasaran meskipun dicemooh para otoritas ilmiah!</p><p align="justify"></p><p align="center"></p><p align="center"></p><p align="center"></p><p align="center"><br /><br />***<br /><br /></p><p align="center"></p><p align="center"></p><p align="center"></p><p align="justify"></p><p align="justify">Lalu aku melihat. Aku duduk di bangku belakang, bukan di depan sana.<br />Dr. Shelly yang duduk di depan, karena ia pimpinan penelitiannya.<br />Aku, aku hanya seorang enumerator.<br />Salah, aku malah baru calon enumerator.<br />Karena katanya, setelah ini, kami akan diseleksi lagi.<br />Entah itu hanya rumor atau memang benar, karena yang kutahu bahkan Dr. Shelly menarik beberapa orang staff IMPACT untuk menjadi enumerator juga.<br />Meskipun Dr. Shelly juga pernah menolak pendaftar yang telat, karena katanya kursi untuk enumerator sudah lebih dari cukup.<br />Ah, masa bodoh lah.<br />Mungkin memang aku harus mulai dari sini. Dari posisi di mana aku tidak bisa komplain apa-apa. Dari posisi yang hanya melaksanakan perintah atasan.<br />Mungkin cara berpikirku memang tidak normal.<br />Mungkin aku terlalu banyak terpengaruh oleh aliran kualitatif dan paham eksistensial.<br />Dan aku berharap, itu sebuah penyakit. Sebuah PENYAKIT MENULAR.<br />Dan aku mengutuk dunia ilmiah ilmu medis dan sosial: semoga mereka semua tertular olehku kelak.<br />Agar mereka lebih menjunjung tinggi kemanusiaan di atas kekakuan validitas dan reliabilitas alat ukur... </p><p align="justify"></p><p align="center"></p><p align="center"></p><p align="center"></p><p align="center"><br /><br />***<br /><br /></p><p align="center"></p><p align="center"></p><p align="center"></p><p align="left"></p><p align="left">Sekali lagi aku melihat.<br />Aku hanya seorang calon enumerator.<br />Jadi saat ini, aku hanya bisa curhat ;p</span></p></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-27407695900546375932008-05-20T05:23:00.000-07:002008-05-20T06:01:36.889-07:00Saat Mantan Direktur Naik Angkot...<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><br />Ini adalah pengalaman adik saya, Ardhi, dengan Bapak yang sudah setengah tahun pensiun.<br /><br />Siang itu, Bapak sudah menjadwalkan akan membawa Chevrolet Zafira Ibu ke bengkel karena ada masalah. Sayangnya, hari yang sama, saya merencanakan bawa Blu* ke kampus. Alhasil, setelah mengantar mobil ke bengkel, Bapak harus pulang naik angkot. Bapak malas pergi sendirian, Ibu ada acara pengajian... untung saja Ardhi sedang libur. Maka pergilah mereka berdua ke bengkel, dan setelah mobil Ibu masuk bengkel, mereka berdua pulang naik angkot Riung Bandung-Dago yang agak penuh.<br /><br />Di bawah <em>fly over</em> Surapati, Bapak melihat rumah makan ABUBA STEAK.<br /><br />"Apa itu, nama restoran <em>steak</em> kok Abuba???" Kata Bapak keras-keras.<br /><br />Ardhi segera menoleh dan melihat rumah makan yang dimaksud.<br /><br />Masih dengan suara yang sama sekali tidak dikontrol, Bapak melanjutkan, "Namanya kok kampungan. Nggak komersil. Nggak menjual."<br /><br />Seisi angkot melihatnya, tapi Bapak mana sadar. Ardhi yang merasa tidak enak setengah mati.<br /><br />"Nama restoran <em>steak</em> itu ya <em>New York Steak</em>, misalnya. Namanya kok Abuba. Kayak jualan martabak."<br /><br />Ardhi sudah berharap bisa bersembunyi di kolong bangku angkot. Tapi begitulah Bapak; masih tidak sadar seisi angkot melihatnya, dan menyimak celetukan spontannya.<br /><br /><br /><div align="center">***</div><br /><br />Mungkin karena Bapak memang jarang naik angkot. Dari saya kecil, Bapak setiap hari ke kantor naik mobil pribadi. Dan di mobil pribadi, tentu saja, Bapak bisa seenak perut mengomentari semua hal yang dilihatnya di jalan. Paling-paling yang mendengar, keluarga, atau kolega. Nah di angkot? Mungkin Bapak kurang sadar kalau angkot itu ya angkutan umum, hehehehehe :D<br /><br />Tapi saya bangga punya Bapak yang masih mau naik angkot. Mengingat statusnya sebagai mantan direktur. Tidak pernah Bapak menyewa seorang supir. Memang dibandingkan anak-anaknya, jelas Bapak lebih sering "manja". Kalau joging ke Sabuga, maunya pake "mobil Affif" (Blu*), meskipun kadang beliau mengoloknya sebagai "gerobak kaleng" (dan kadang memujinya sebagai mobil kecil yang lincah). Sama juga kalau Ibu tidak ada di rumah, lantas mau makan siang di Bakmi Dago di dekat Simpang. Tapi kalau "mobil Affif" ini tidak ada, beliau tidak segan naik angkot. Meskipun, ya... kadang-kadang, begitu. Beliau tidak terbiasa naik angkot, jadi kadang melakukan hal-hal di luar kewajaran. Karena tidak tahu ongkos angkot, beliau pernah bayar dengan uang yang cukup besar dan ngeloyor saja pergi tanpa minta kembalian, hingga kami anak-anaknya gemas, "Bapak, itu tuh ongkos untuk lima orang!" Atau ya, seperti cerita tadi. Cuek saja asbun (asal bunyi) dan tidak sadar dirinya jadi pusat perhatian.<br /><br />Ya, begitulah Bapak. Saya kadang geli dengan tingkahnya. Tapi saya bangga :)<br /><br /><br /><br />*Blu: Mobil Suzuki Katana biru yang seharusnya jadi mobil anak-anak, tapi hanya saya yang mau pake ;-p<br /></span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-60107795388169297402008-05-19T23:38:00.000-07:002008-05-20T00:47:47.403-07:00Ketika Uang Menjadi Tuhan<span style="font-family:trebuchet ms;font-size:85%;"><br />Sarapan bersama di selasa pagi terisi oleh perbincangan mengenai perguruan tinggi.<br /><br />Obrolan yang wajar mengemuka mengingat adikku yang paling kecil--Ardhi--sedang mengurus pendaftaran ke PTN-PTN pilihannya. Ternyata zaman sekarang, mendaftar ke PTN tidak semudah dan sesederhana dulu. Dengan dikuranginya bantuan dari pemerintah, PTN-PTN yang ada harus bisa lebih mandiri. Celakanya, hal ini diwujudkan dengan pemungutan uang besar-besaran dari calon mahasiswa.<br /><br />Adikku mengincar FEUI. Sayangnya, seperti hampir semua PTN ternama lainnya, UI memperkecil jalan masuk melalui SPMB. Hanya 20% kursi yang tersedia untuk jalur SPMB. 10% untuk jalur PMDK. Sisanya? Ya harus lewat ujian mandiri yang diadakan oleh UI sendiri. Repotnya, calon mahasiswa yang mendaftar melalui ujian mandiri itu wajib memberikan sumbangan minimal belasan sampai puluhan juta, tergantung program studi yang diincar. Kalau demikian caranya, maka pendidikan di Indonesia hanya berpihak pada <em>the haves</em>, orang-orang berduit. Orang-orang <em>have-nots</em> alias yang kurang punya duit akan semakin kesulitan mengandalkan mobilitas sosial melalui jalur pendidikan. Bayangkan, padahal angka kemiskinan di negara ini sampai 80%. Dan sistem-sistem yang ada, termasuk sistem pendidikan, telah memperkecil celah bagi mereka untuk melakukan mobilitas sosial alias mengubah nasib.<br /><br />Di antara PTN-PTN ternama itu, ternyata yang paling mahal adalah UNPAD. Demikian kata adikku. Aku menghela nafas, malu sekali. Bayangkan. Konon Fakultas Kedokteran UNPAD meminta bayaran minimal 180 juta rupiah untuk biaya masuk. Padahal Fakultas Kedokteran UI yang katanya lebih baik saja "hanya" meminta 25 juta rupiah.<br /><br />Bapakku mengolok, "Siapa yang mau masuk FK UNPAD?"<br /><br />Adikku menjawab. "Jangan salah. Yang ngantri udah banyak banget."<br /><br />Aku hanya geleng-geleng kepala.<br /><br />Adikku menambahkan. "180 juta itu minimal. Nanti yang diterima ya yang nyumbangnya paling tinggi."<br /><br />Aku berpikir: mau jadi apa bangsa ini? Pendidikan sebagai akar terdalam kemajuan bangsa sudah dicemari juga oleh kapitalisme. Pendidikan tidak lagi melihat prestasi, tapi melihat siapa yang mampu bayar mahal. Tentu saja jelas; yang mampu bayar ya orang-orang yang punya duit. Tentu saja orang-orang berduit rela membayar mahal demi mendapatkan duit lebih banyak. Akibatnya, bisa dibayangkan: di masa depan, kita akan sangat kesulitan menemukan orang-orang yang bekerja secara sukarela, atau orang-orang yang mengabdi untuk keilmuan atau kemanusiaan, dan kita akan menemukan orang-orang yang mengabdi untuk uang di mana-mana. Dunia pendidikan sekarang mengajarkan bahwa uang adalah hal terpenting dalam hidup, yang memungkinkan kita meraih SEGALANYA; dan dengan nilai itulah bangsa ini akan hidup di masa depan. Dokter tidak akan banyak berpikir mengenai kesejahteraan pasiennya, yang penting ia dapat duit banyak. Pengacara tidak lagi mau membela yang lemah, karena yang lemah tidak bisa bayar mahal. Pejabat akan memenangkan hak-hak orang berduit dan menindas orang-orang yang sudah tertindas. Delapan puluh persen orang di negara ini akan makin tertindas, dan jumlahnya pasti akan naik. Karena hanya yang punya duit yang bisa bertahan; jalur lain telah tertutup.<br /><br />Inilah negara paling kapitalis sedunia. Amerika Serikat yang disebut-sebut sebagai biang kapitalisme saja tidak melulu uang. Bill Gates, Warren Buffet, Oprah, dan banyak lagi orang kaya Amerika memperoleh kekayaan dengan menjual komoditi dagang; tapi mereka justru mendonasikan sejumlah besar uang untuk pendidikan murah. Di sini? Orang-orang malah meraup uang dari dunia pendidikan, menjadikannya bisnis. Di Indonesia, kemanusiaan telah dilupakan, dan uang telah menjadi tuhan. Disembah lebih dari segalanya. Dan orang-orang yang memiliki uang mampu memiliki segalanya. Uang menjadi segalanya.<br /><br />Aku jadi ingat. Beberapa hari yang lalu, seorang teman mengirimi saya sebuah e-mail. Isinya adalah ajakan untuk bergabung dengan sebuah program, di mana pesertanya akan dibayar beberapa sen jika mengklik sesuatu di internet dan memperkenalkannya pada orang lain. Teman saya itu membujuk, "ikut ya?"<br /><br />"Sorry. I wouldn't participate in such a thing." Dan saat itu juga aku merasa kecewa, dan merasa tak ingin lagi bicara dengannya.<br /><br />Aku jengah.<br /><br />Mengapakah orang rela melakukan apa saja demi uang? Mana yang kita sebut sebagai Tuhan yang kita sembah? Aku jengah, aku lelah. Demi uang manusia melupakan nilai-nilai kemanusiaan. Dan entah kenapa, semakin lama semakin banyak sistem yang mendukung orang-orang berduit. Semua hal dinilai dengan uang. Menimbulkan persaingan hukum rimba yang pastinya akan semakin menghancurkan kemanusiaan. Di sini uang menjadi lebih penting daripada manusia, hingga akhirnya uang dikejar-kejar lebih dari segalanya. Mengapa seolah hanya aku yang melihat ini semua, mengapa seolah semua orang hanyut dalam sistem kapitalisme itu? Tentu ada banyak temanku yang bilang, bagaimanapun kita butuh duit, dan kalau kita punya duit kita bisa melakukan perubahan. Aku tidak menyangkal aku butuh duit, tapi aku tidak setuju kita harus berduit dulu untuk bisa melakukan perubahan. Bagaimana mungkin kita melakukan perubahan kalau sejak awal kita sudah membiarkan diri kita terbelenggu oleh sistem itu? Aku butuh duit, tapi aku menolak mengakuinya sebagai kebutuhan tertinggi.<br /><br />Aku jengah, aku lelah.<br /><br />Semoga saat menjadi dosen nanti, aku bisa mendidik mahasiswa-mahasiswaku, agar mereka tidak menuhankan uang.<br /><br />Dan semoga aku bisa tetap konsisten untuk tidak menuhankan uang. Aku butuh uang, tapi aku tidak akan menjadikannya tujuan hidup.<br /><br />Semoga.<br /></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-28400771450001013352008-05-10T17:47:00.000-07:002008-05-10T18:42:22.432-07:00One Nite Stand<span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">"Mim, liat ikan yang itu deh."</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">"Ikan yang mana?"</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">"Yang itu tuh... itu..." Aku menempelkan telunjukku ke permukaan kaca.</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">"Iya, yang itu, kenapa Jal?"</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">"Itu, lagi boker tu... item-item panjang gitu."</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">Kami tertawa. Sebuah cuplikan pada malam minggu di Braga Citywalk. Bersama temanku, kalau tidak bisa dibilang sahabatku, <strong>Mimim</strong>. Sebenarnya kami datang untuk nonton Tarix Jabrix. Namun kami tiba pukul tujuh malam, padahal film yang dimaksud mulai pukul delapan malam. Jadilah kami menghabiskan waktu satu jam yang tersisa berputar-putar tanpa arah. Mengomentari ikan-ikan dalam akuarium. Berdebat mengenai perasaan ikan yang berenang-renang di dalamnya. </span><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">Menapaki jalan Braga dari ujung ke ujung, sambil mengomentari setiap bar dan rumah makan yang kami lewati. Menont</span><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">on pertunjukan musik tradisional sambil menyambung cerita. Duduk-duduk di depan bioskop 21 sambil berdebat mengenai pentingnya pegangan tangan bagi orang yang pacaran.</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">Malam minggu yang menjadi momen yang menyenangkan, mengalir lepas tanpa beban; tanpa ekspektasi apa-apa.</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">Bukankah demikian sejatinya menjadi manusia itu? Menjadi manusia yang bisa berbahagia bersama orang lain, atau bersama seseorang yang istimewa, tapi tetap menjadi individu yang bebas-independen. Tidak mengikatkan diri pada status, atau memenjara diri sendiri dengan harapan dan tuntutan yang berlebihan. Malam itu kami tertawa bersama saat menonton. Menikmati keramaian malam minggu sepanjang jalan Dago, dan sesekali mengambil jalan memutar untuk menghindari pengamen-pengamen keroyokan. Mengantarnya pulang sampai ke pintu pagar kosan. Membukakan pintu dan mengucapkan selamat malam. Hal-hal kecil yang sudah kurindukan sejak lama. Luar biasa kini aku bisa melakukannya dan merasakan kebahagiaan darinya; dan tidak ada ketakutan yang mengikutinya.</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">Aku menjadi manusia bebas yang bisa menikmati waktu bersamanya apa adanya. Tanpa berharap banyak untuk mengulanginya. Tanpa ketakutan bahwa aku akan kehilangan dia, atau dia akan meninggalkanku untuk pria lain. Aku bisa pulang dan berkonsentrasi pada pekerjaan-pekerjaan yang tertinggal, yang memang harus kuselesaikan.</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">Aku jadi bertanya-tanya--kenapa orang berpacaran? Bukankah seharusnya manusia mampu menikmati setiap momen dalam hidupnya, tanpa mengikatkan diri pada ekspektasi apa pun? Sejatinya, manusia mampu menjadi makhluk yang bebas, selama ia tidak mengikatkan diri pada sesuatu.</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">Dengan alasan yang sama... kenapakah manusia harus menikah?</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">Entah kenapa manusia terlalu banyak menghitung untung dan rugi, dan terobsesi dengan keinginan untuk memiliki. Seharusnya kehidupan dibiarkan mengalir seperti nafas. Seperti pengalamanku dengan Mimim. Pengalaman ada untuk dialami, seperti tarikan nafas, tapi bukan untuk dimiliki; karena kelak kita harus menghembuskannya dan membiarkan pengalaman lain masuk dalam hidup kita.</span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;"></span><br /><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;">Aku akan menjadi orang yang mampu menghargai kehidupan seperti tarikan nafas.</span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-29538826643222818472008-05-09T10:22:00.000-07:002008-05-09T10:42:39.950-07:00Up 'til Now...<span style="font-size:85%;"><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Sudah lama. Sudah lama sekali.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Entah sudah berapa lama aku tidak menulis untuk blogku ini. Sudah lama sekali, aku bahkan tidak bisa mengingatnya lagi.</span><br /><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Yang terakhir kuingat, aku menulis di tengah pertempuran.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Pertempuran dengan bakteri typhus yang menduduki saluran pencernaanku.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Menunggu kesembuhannya adalah perjuangan yang tak mudah, karena aku dikejar-kejar.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Dikejar-kejar kewajiban menyelesaikan revisi skripsiku.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Janjiku pada dosen pembimbing, bahwa revisinya akan selesai dalam beberapa hari, kandas sudah.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Enam belas hari aku terbaring, skripsiku terbengkalai tidak terurus.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Persis seperti Blu--mobil biruku--yang perlahan menjadi coklat di garasi depan, tertutup debu.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Enam belas hari aku menjadi tahanan rumah, aku merindukan dunia dan hanya bisa menatapnya melalui jendela.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Enam belas hari berselang hingga akhirnya aku diizinkan keluar dari rumah.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Aku seperti anak yang terlepas bebas di tengah-tengah taman bermain.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Dunia berubah banyak dalam enam belas hari;</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Kau akan tahu betapa indahnya dunia yang kau tinggali, setelah kau terpenjara selama enam belas hari di dalam rumah.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Enam belas hari, aku belajar bersabar;</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">dan aku belajar bersyukur.</span><br /><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Hari ketujuh belas, aku kembali membuka skripsiku untuk memulai pekerjaan revisiku.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Lalu tiba-tiba laptopku mati.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Aku mem-<span style="font-style: italic;">backup</span> file-file skripsiku ke dalam ponsel, setelah itu laptopku mati dan tidak bisa hidup lagi.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Ayahku hanya bisa pasrah. Ibu menyalahkanku, dan mencari-cari kesalahan agar bisa menyalahkanku.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Lucunya, aku bahkan tidak panik, atau bahkan merasa khawatir.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Sabar dan syukur, aku tahu ada makna di balik itu semua.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Mungkin tanpa laptop, tanpa fasilitas, aku akan bisa bekerja dengan lebih keras?</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Lalu Panji menawarkanku untuk bekerja di kosannya.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Di kosannya, ada satu komputer dan satu laptop. Aku bisa menggunakan salah satunya.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Jadilah setiap hari aku mengunjunginya.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Awalnya, aku berangkat pagi dan pulang sore. Seperti orang-orang kantoran yang kujumpai sepanjang jalan raya.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Namun revisi skripsiku tumbuh menjadi semakin rumit.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Seperti spora yang tumbuh menjadi jamur dewasa.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Kutingkatkan intensitas kerjaku; aku pun pulang tiga hari sekali.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Selama itu aku bekerja penuh disiplin. Tanpa akses internet, aku tidak bisa online sepuasnya.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Dan ketika aku online, orang-orang di Yahoo Messenger segera menyerbu dan menanyakan kabarku.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Ah, banyak sekali yang sayang padaku?</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Dua minggu penuh kuselesaikan revisi skripsiku, tapi bukan itulah hal yang terpenting.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Dua minggu tinggal bersama Panji, aku belajar mengenai persahabatan serta cinta yang tulus;</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">dan dua minggu laptopku koma, aku belajar melepas keterikatanku pada teknologi, dan pada objek-objek duniawi.</span><br /><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Tuhan memang Guru yang Paling Bijaksana.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Tidakkah kau lihat, bagaimana Ia mengajariku kesabaran, syukur, persahabatan, cinta, dan kebebasan--tanpa mendikte?</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Setelah revisi skripsi beres, semua mengalir dengan lancar. Dosen pembimbingku segera menyetujui revisiku dan aku segera mendaftar untuk sidang.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Namun kemudian aku harus menunggu dua minggu lebih.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Aku tidak bisa tidak bersyukur; karena aku tahu, kekosongan dua minggu pastilah, lagi-lagi, ada maksudnya.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Jadi aku memanfaatkan dua minggu itu untuk kembali menghubungi orang-orang dari masa laluku.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Teman-teman yang sudah lama menghilang jejaknya.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Aku menghabiskan waktuku lebih banyak dengan orang-orang yang kusayangi.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Menghargai mereka yang masih hadir untukku; dan mempersembahkan diriku untuk mereka selama aku ada.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Aku menyelesaikan beberapa persoalanku dengan Sang Puteri.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Dan di akhir-akhir masa penantian itu, aku kembali berbincang panjang dengan-Nya.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Mengobrol akrab, seperti yang kulakukan lima tahun yang silam.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Tuhan, aku sudah menerima pelajaran-Mu. Aku tahu aku tidak akan tersesat.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Karena aku tahu Engkau selalu bersamaku. Selalu.</span><br /><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Dan kini, malam ini.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Sembilan Mei dua ribu delapan.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Fakultas telah menyematkan gelar S.Psi di belakang nama lengkapku.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Berakhirlah kewajibanku sebagai mahasiswa. Aku seorang alumni, seorang sarjana, seorang pengangguran baru di negeri pengangguran.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Pilihan mahaluas terbentang di hadapanku.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Tak ada lagi paksaan mengenai apa yang harus kulakukan. Semuanya adalah pilihan dan tanggung jawabku pribadi.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Aku berada di tengah padang pasir yang terbentang tanpa batas.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Namun aku tahu Tuhan selalu bersamaku. Dan karenanya aku takkan pernah tersesat.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Kini jelas mengapa upayaku meraih kelulusan terhalang musibah yang bertubi-tubi.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Karena Ia ingin aku belajar mengenai sabar, syukur, persahabatan, cinta, dan kebebasan--sebelum aku melanglang buana.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Tidak peduli di mana aku kini; di tengah padang pasir dengan luas tanpa batas;</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Tuhan telah membekaliku dengan segalanya, dan aku akan selalu bersama-Nya.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Oh, terima kasih Tuhan.</span><br /><span style="font-family:trebuchet ms;">Aku siap melangkah lagi, dan aku tidak takut; karena Engkau yang selalu menjadi penunjuk jalanku ***</span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-91138320938138035852008-03-30T06:48:00.000-07:002008-03-30T06:54:53.318-07:00It is in Suffering Man can Thrive to Be...<p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;"><br /></span></span></p><p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">Suffering</span>. Penderitaan. Aku kembali memikirkannya kini.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Seorang sahabat yang kukenal sejak awal kuliah mengeluh mengenai ketidakmampuannya percaya pada orang lain. Aku memang mengenalnya seperti itu. Aku sangat menghormatinya, bahkan ada saat-saat tertentu aku malah membencinya. Ia independen sekali, begitu kupikir dulu. Dan aku sendiri juga bukan orang yang banyak berbeda dengannya. Di kampus aku tak peduli pada apa pun. Yah, tak peduli pada <i style="">apa pun</i>. Namun bukan karena aku benar-benar independen; justru karena kehidupanku terpusat pada satu orang di luar sana. Sesuatu yang takkan pernah kulakukan lagi.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kehidupanku mengalami perubahan drastis ketika penderitaan raksasa pertama datang: aku harus kehilangan orang yang menjadi pusat kehidupanku selama dua tahun terakhir itu. Mungkin tidak terlalu menyakitkan, karena sebenarnya kami saling kehilangan. Aku segera melarikan diri pada aktifitas di kampus dan segera kusadari banyak sekali orang menarik di sana. Aku tidak bisa tidak ingat ketika pada suatu malam saat PMB, aku dan <b style=""><i style="">Iwan</i></b> duduk bersebelahan dan mengobrol berdua; dan tiba-tiba saja perbincangan mengenai mendaki gunung keluar begitu saja. Seolah semua memang sudah diatur oleh-Nya.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Berkat Iwan, mataku terbuka. Kehidupan kampus memiliki banyak sisi yang tak kulihat sebelumnya. Karena kehidupanku selama ini hanya terpusat pada satu orang.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Hal itu kiranya hanyalah awal. Aku kemudian mengenal seorang sahabat yang selalu memintaku (baca: memaksaku) bercerita. Ia sahabat yang menyenangkan. Semakin lama, semakin aku merasa nyaman berbagi dengannya. Aku selalu bercerita padanya mengenai gadis-gadis yang kusuka di kampus. Ialah tempatku berkeluh kesah dalam nyaris segala hal. Kalau aku lama tidak bercerita, ia pasti memintaku bercerita. </span><span lang="PT-BR" style="font-size:85%;">Ia juga rajin membuka-buka diariku—<i style="">my old Black Box</i>—dan selalu memberikan komentar-komentar menyenangkan atas semua yang kutulis. Aku sulit percaya pada orang lain, tapi aku percaya padanya seorang. Aku percaya padanya seorang.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Lalu kemudian sesuatu terjadi. Aku jatuh cinta padanya.<o:p></o:p><br />Aku memanggilnya ”<b style=""><i style="">Puteri</i></b>”.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Awalnya semua berjalan baik-baik saja. Atau demikian tampaknya. Lalu aku pergi mengikuti diklat selama sebulan. Dua minggu di antaranya berada di belantara, ditempa dan disiksa habis-habisan. Selama itu pula satu-satunya alasanku bertahan adalah, karena aku merasa Sang Puteri menungguku di luar sana. Setiap kali aku ditempilingi dan disiksa hingga berdarah-darah, aku membayangkan dirinya berdiri tak jauh dariku dan menyemangatiku. Setiap kali aku tidur di bawah bivak dan terguyur hujan, aku mengingat sofa hangat tempat kami nonton TV sekenanya, sambil makan-makan kudapan sekenanya juga. Setiap kali aku dipaksa <i style="">long march</i> dengan beban berpuluh-puluh kilo, jarak berpuluh-puluh kilo, serta perih dari kuku-kuku kaki yang menggembung dan mengelupas, aku selalu membayangkannya berdiri di ujung jalan, menungguku. Dia adalah alasanku bertahan. Dia adalah alasanku berjuang.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Dan saat aku pulang, aku mendapatinya tidak lagi berada di tempat.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Awalnya kupikir, karena aku perlu waktu menyesuaikan lagi diriku dengan kehidupan di peradaban. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Namun kemudian semua relasiku dengan orang lain kembali normal. Kecuali dengannya.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Sang Puteri menghilang.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Aku kehilangan orang yang paling kucintai sekaligus orang yang paling kupercaya dalam segala hal. Aku patah hati dan aku tak lagi punya tempat untuk berbagi.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">AKU HANCUR.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" align="center"><span lang="SV" style="font-size:85%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: center; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" align="center"><span lang="SV" style="font-size:85%;">***<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;"><br /></span></p><p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Sudah setahun lebih berselang. Sudah setahun lebih penderitaan itu kubawa ke mana-mana. Dan di sinilah aku sekarang.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Orang-orang di sekitarku berkata, aku berubah. Beberapa di antaranya mengatakan, aku ”berkembang”. Aku senang. Kata ”berkembang” punya konotasi yang bagus; itu berarti, aku berubah ke arah yang lebih baik.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Aku sendiri tak pernah benar-benar menyadari apa yang berubah dari diriku. Satu hal yang kusadari sekarang, aku punya lebih banyak teman. Jauh lebih banyak daripada sebelumnya. Tiba-tiba saja ada orang-orang yang mau menyapaku, atau mengajakku kerja, atau sekadar <i style="">hang out</i> dan berhura-hura (bahasa keren kami: <i style="">hedon</i>). Beberapa orang yang pernah menjadi temanku, atau sahabatku, dan lalu kehilangan kontak denganku, tiba-tiba saja kembali dengan sendirinya. Dari berbagai arah. Banyak orang menyenangkan berdatangan ke dalam hidupku. Puncak yang kurasakan, mungkin, saat Forum Skripsiku kemarin; tiba-tiba sekelompok orang yang bahkan tak terpikir untuk kuundang menghubungiku dan memberikan konfirmasi untuk datang—dan mereka benar-benar datang! Atau saat aku menderita <i style="">typhus</i> sekarang ini—aku terkejut sekali dengan banyaknya pembesuk, hingga bahkan pada suatu sore rumahku jadi terlalu ramai. Betapa menyenangkan! M</span><span lang="FI" style="font-size:85%;">ereka semua perhatian sekali. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Perhatian sekali. Terlebih dengan kenyataan bahwa aku kerap melupakan mereka... mereka perhatian sekali. Mereka bahkan membawakan stok makanan yang bahkan belum bisa kuhabiskan sampai sekarang hehehehehe :D<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Banyak pula dari mereka yang kemudian mempercayakan banyak rahasianya padaku. Aku merasa terhormat sekali bisa dipercaya seperti itu. Tapi mengapa aku layak mendapatkan kepercayaan sebesar itu? Seorang sahabat mengatakan padaku, karena aku juga percaya pada mereka.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Aku terdiam.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><i style=""><span style="" lang="SV">Right</span></i></span><span lang="SV" style="font-size:85%;">.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Kalau kuingat-ingat sekarang, setelah kehilangan itu, aku mencoba mencari lingkungan-lingkungan baru. </span><span style="font-size:85%;"><i style=""><span style="">Just to forget that Princess. Ever. Ever!</span></i></span><span style="font-size:85%;"> Tapi ternyata prosesnya tak mudah. Aku selalu melihatnya. Aku selalu melihatnya menjauhiku. Aku selalu melihatnya mengobrol hangat dengan pria lain. Ia hampir selalu bergentayangan di sekitarku, dan aku selalu merasa sakit hati.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;">Dan aku sudah terlalu terbiasa untuk berbagi, meskipun selama ini hanya dengan satu orang. Mungkin, karena tak tahan lagi menyimpan semua keluh-kesah seorang diri, aku pun mulai berbagi dengan orang lain. Meskipun itu berarti mengorbankan harga diri sebagai laki-laki. Hah, harga diri? Biarlah hanya sedikit orang yang tahu kebenaran mengenai diriku. Toh aku <i style="">butuh</i> berbagi. Dan bulan-bulan berlalu, dan Sang Puteri tetap bergentayangan di dekatku, dan penderitaanku tidak juga berakhir. Aku mulai berbagi dengan lebih banyak orang, tapi kemudian aku kecanduan. Aku kecanduan berbagi. Ujung-ujungnya, rahasiaku pun jadi rahasia umum. Aku berbagi dengan banyak orang. Tulisan yang kuposting di blog dan di milis pun seolah menjadi gamblang.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;">Aku mempercayai mereka dan ujung-ujungnya, mereka pun mempercayaiku. Bukan begitu? Semakin banyak aku berbagi dengan orang lain, semakin banyak yang percaya padaku. Semakin banyak teman yang datang dalam hidupku.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;">“Gila lo, yah, bisa percaya ama orang segitu entengnya…” Seorang sahabat pernah berceloteh.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;">Kalau dipikir memang gila. Terlebih dengan mengingat betapa tertutupnya diriku dulu. Lalu ada seseorang yang bisa membuatku sangat percaya—orang yang membuatku amat tergantung. Lalu ia menghilang; dan aku tak sanggup menghilangkan kebiasaanku untuk selalu berbagi. Mungkin karena penderitaan itu aku terpaksa percaya pada orang lain. Sesuatu yang tidak pernah aku sesali kemudian; karena hidupku kini jauh lebih ringan daripada sebelumnya. Semakin aku percaya pada orang lain, semakin mereka percaya padaku juga.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Satu tahun lebih berselang. Bahkan Sang Puteri pun akhirnya pulang.<o:p></o:p><br />Yah… paling tidak, ia tidak menjauhiku lagi. Dan aku bisa tetap jujur tentang perasaanku padanya. Perasaan yang tak juga padam oleh penderitaan.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Satu tahun lebih penderitaan telah membawaku pada kehidupan yang cerah. Satu tahun penderitaan telah menjadikanku orang yang lebih terbuka, lebih bisa dipercaya... satu tahun penderitaan telah menjadikanku orang yang lebih baik daripada sebelumnya. Satu tahun penderitaan menjadikanku lebih matang.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Memang benar penderitaanlah yang menjadikan manusia lebih baik daripada sebelumnya.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><i style=""><span style="">It is in suffering Man can thrive to be.<o:p></o:p></span></i></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;">Sekarang aku bisa memperlihatkan luka akibat penderitaan itu dengan bangga, pada semua orang.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" align="center"><span lang="SV" style="font-size:85%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: center; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" align="center"><span lang="SV" style="font-size:85%;">***</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: center; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" align="center"><br /><span lang="SV" style="font-size:85%;"><o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Sudah sepuluh hari ini aku terkena <i style="">typhus</i>. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Dan harus menjalani istirahat di rumah. Pihak Rumah Sakit menawarkanku untuk opname. Kalau di rumah, aku harus <i style="">bedrest</i>. Nyatanya, aku masih saja berkeliaran dan semuanya baik-baik saja. Meskipun aku tetap sulit bekerja dan aku tak bisa keluar rumah.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Hal paling menyebalkan dari sakit ini bukanlah demamnya yang naik turun. Bukan kepala pening yang seolah rengkah ditanami paku. Bukan pula linu di punggung atau sariawan-sariawan yang bermunculan di sepanjang bibir dan mulut. Ada dua hal menyebalkan dari penyakit <i style="">typhus</i> ini: satu, aku tidak bisa mengerjakan revisi skripsiku, dan setelah istirahat lama butuh waktu lama juga untuk mencapai semangat itu lagi. Semangat mengerjakan skripsi. Dan kedua, yang lebih besar: aku harus makan-makan yang lembut dan tidak melakukan aktifitas-aktifitas fisik berat, bahkan hingga satu bulan setelah aku dinyatakan sembuh.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Aku menyadari betapa menyebalkannya hal itu ketika seorang sahabatku berkata, aku tidak boleh naik gunung dulu. Yah, memang tidak dalam waktu dekat. Memang rencana terdekat mendaki gunung adalah mendaki Gunung Semeru setelah wisuda bulan Mei nanti. Tapi bukankah itu sebentar lagi? Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa, dan aku akan mendakinya tak lama setelah aku pulih dari <i style="">typhus</i>?<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kalau kuhitung-hitung, maka larangan makan dan latihan fisik bagiku berlaku paling tidak sampai akhir April. Tapi sebelum pendakian Mei, aku harus latihan fisik. Oh, ya, aku juga harus mengorganisir tim, memprogram latihan fisik rutin, dan menyeleksi peserta jika terlalu banyak. Bisakah semua dimulai akhir April? Tiba-tiba jadwalnya terlihat mepet sekali. Tapi masih bisa.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Asalkan sakitku tidak kambuh dalam periode sebulan itu...<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Argh... betapa menderitanya aku, tidak bisa makan otak sapi atau Richeese Ahh! kesukaanku dalam waktu sebulan. Aku juga mungkin tidak diizinkan latihan rutin <i style="">bouldering</i>, atau <i style="">training</i> di Sabuga, atau bahkan latihan beban di rumah. Argh lihat fisikku yang mulai peyot gara-gara penyakit ini! Dia butuh latihan! Tapi radang usus memang bukan perkara main-main. Nyawa taruhannya.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Dan aku mulai bertanya-tanya: apa lagi yang Tuhan siapkan untukku dalam penderitaan ini?<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Aku tersenyum sendiri.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><i style=""><span style="">Because,<o:p></o:p><br />It is in suffering Man can thrive to be.<o:p></o:p></span></i></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Pasti ada sesuatu dalam penderitaan <i style="">typhus</i> ini yang akan menjadikanku lebih kuat. Itu pasti.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Lebih sabar menahan godaan makanan, mungkin?<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Yummm... gapapa deh. Asalkan bisa ke Semeru nanti :D<o:p></o:p></span></p>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-27863552549161509082008-03-23T00:17:00.000-07:002008-03-23T01:37:09.694-07:00Tentang Teori Orientasi Masa Depan<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:trebuchet ms;"><br />Ini adalah sebuah obrolan dengan <span style="font-weight: bold;"><span style="font-style: italic;">Mimim</span></span> di suatu minggu siang yang cerah, ketika ia berpakaian <span style="font-style: italic;">pinky-pinky fever</span> ria sambil nebeng <span style="font-style: italic;">online</span>. Kami baru saja membahas skripsi Mimim, tentang orientasi masa depan anak yatim piatu di sebuah panti asuhan di Lembang. Aku sedang terserang demam misterius, dan setelah membahas skripsi Mimim dan menginstallkannya Yahoo! Messenger (emang katro!), aku menggunakan tenaga yang tersisa untuk menggoreng <span style="font-style: italic;">french fries</span>. Setelah itu aku terkapar di atas sofa pendek.<br /><br />Mimim bertanya padaku, "Biasanya kamu sehari-hari ngapain aja, Jal?"<br /><br />"Me?" Aku mulai mengingat-ingat lagi keseharianku sebelum demam itu datang. Biasanya, tentu saja, yang rutin: olahraga. Lalu tidur siang. Atau bekerja berdasarkan agenda harian. Biasanya memang padat, tapi gara-gara demam misterius ini, aku malas memenuhi agenda-agendaku sendiri. Jangankan bekerja, tidur saja susah. Pening. Gara-gara demam aneh ini revisi skripsiku telantar.<br /><br />"Kamu sendiri Mim? Biasanya?"<br /><br />"Makan."<br /><br />Baiklah.<br /><br />"Tidur."<br /><br />Baiklah.<br /><br />"Ngerumpi."<br /><br />Baiklah. <span style="font-style: italic;">Benar-benar hidup yang kaya makna</span>. "Emangnya kamu nggak ada sesuatu yang ingin dicapai, Mim?"<br /><br />Mimim melongo. "Nggak tahu."<br /><br />"Lha? Memangnya OMD*-mu gimana?" *Orientasi Masa Depan<br /><br />"Masih ngambang Jal."<br /><br />"Wow..." Aku bangkit, seolah-olah lupa kalau aku sedang sangat lemas. Seorang mahasiswi yang mengerjakan skripsi tentang OMD tidak punya OMD? "Terus, kalo menurut Nurmi*, harusnya gimana?" *Jari-Erik Nurmi adalah pemilik teori OMD yang digunakan oleh Mimim dalam skripsinya<br /><br />Dan meluncurlah cerita Mimim bahwa OMD-nya sangat tergantung pada seseorang yang bahkan belum ada dalam hidupnya (duh gwa pengen cerita detail tapi ntar ada yang ngamuk). Kupikir, bukankah itu mengerikan? Menyerahkan masa depan pada suatu kekuatan eksternal yang tidak bisa kita kendalikan? Ya, Mimim juga menyadari itu. Tapi bahkan ia sendiri belum tahu keinginan besarnya.<br /><br />"Tapi bukannya kamu paham banget teorinya Nurmi, ya, sampe bisa nganalisis OMD-nya anak-anak panti asuhan secara kualitatif?" Aku bertanya.<br /><br />Mimim diam. "I... ya."<br /><br />"Tapi dengan pemahaman teori OMD sedalam itu, kemu tetep ga bisa nolong diri kamu sendiri?"<br /><br />"Iya..."<br /><br />"Wow..." Aku kembali berbaring di atas sofa pendek. Kupandangi langit-langit ruangan.<br /><br />Bukankah aku baru saja melihat hal yang menakjubkan? Konon, untuk bisa menghasilkan <span style="font-style: italic;">grand theory</span> seperti teori OMD-nya Jari-Erik Nurmi, seseorang harus mendapatkan gelar S3 atau di atasnya dan melakukan penelitian gila-gilaan. Hasilnya? Sebuah teori, yang ternyata tidak aplikatif. Sesuatu yang dipandang sebagai karya, sebuah penjelasan dengan riset yang tak sederhana, ternyata tidak memiliki kontribusi yang besar dalam kehidupan. Dengan teorinya, Nurmi bisa menjelaskan proses pembentukan OMD pada remaja khususnya. Temanku Mimim bisa menggunakan teori yang sama untuk menjelaskan struktur dan dinamika OMD pada anak-anak panti asuhan di Lembang. Tapi solusi apa yang bisa diberikan oleh sebuah teori?<br /><br />Aku tidak bisa tidak ingat klaim psikologi eksistensial, bahwa penjelasan dan pemahaman berada pada tingkatan yang berbeda. Psikologi umumnya selalu berkutat pada penjelasan, oleh karenanya lahirlah teori-teori, yang menjelaskan struktur, dinamika, dan kepribadian. Tapi, setelah menjelaskan, adakah teori-teori itu memberikan solusi konkrit atas suatu permasalahan? Manusia bukanlah benda mati yang bisa seenaknya dijelaskan begini dan begitu. Manusia juga punya kehendak dan manusia perlu dipahami. Dan untuk mencapai pemahaman, yang dibutuhkan bukanlah teori: melainkan pengalaman.<br /><br />Pertanyaanku beranjak: jadi apa keunggulan psikolog, atau sarjana psikologi? Kemampuan atau kompetensi apa yang mereka miliki setelah bertahun-tahun di-<span style="font-style: italic;">drill</span> dengan bertumpuk-tumpuk teori mengenai manusia? Para sarjana ekonomi dididik dengan bertumpuk-tumpuk teori tentang keuangan, tetapi ekonom-ekonom yang unggul adalah mereka yang berpengalaman dengan realitas konkrit mengenai keuangan. Para sarjana geologi juga dididik dengan berbagai macam teori mengenai geologi, tetapi tetap saja mereka yang lebih unggul adalah mereka yang berpengalaman di lapangan. Demikian juga psikolog atau sarjana psikologi: mereka mungkin dididik dengan ratusan teori mengenai manusia, tetapi mereka yang unggul, tetap saja, adalah mereka yang berpengalaman dengan manusia lain. Celakanya, semua orang berpengalaman dengan orang lain.<br /><br />Para ekonom memiliki pemahaman ekonomi yang unggul karena tidak semua orang punya pengalaman dengan situasi-situasi ekonomi konkrit. Para geolog memiliki keunggulan pemahaman karena tidak semua orang punya pengalaman konkrit dengan situasi-situasi geologis di lapangan. Tapi psikolog, atau sarjana psikologi, apakah mereka memiliki keunggulan dalam memahami manusia? kenyataannya, SEMUA ORANG punya pengalaman berinteraksi dengan orang lain sepanjang hidupnya. SEMUA ORANG memiliki kesempatan yang sama untuk memahami manusia.<br /><br />Jadi, apa sesungguhnya keunggulan psikolog atau sarjana psikologi?<br /><br />Aku merinding sendiri memikirkan jawabannya.<br /><br /><span style="font-style: italic;">p.s. call me skeptics. Skeptics. SKEPTICS!</span><br /></span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com25tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-12927730740142312632008-03-12T16:20:00.000-07:002008-03-12T16:25:32.352-07:00Di Persimpangan<p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="IT" style="font-size:85%;">Sebuah telepon dari <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Rozar</span> di sore hari mengejutkanku. Lebih mengejutkan lagi ketika ia menghubungi bukan untuk menagih buku-bukunya yang kupinjam. Ia menghubungiku untuk menawariku pekerjaan. Pekerjaan itu. Ternyata posisi yang tersedia adalah posisi penginput data. Gaji rendah, tapi jauh lebih tinggi daripada gaji dosen honorer. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Dan ada kesempatan untuk meningkatkan karir.<br /><br />Jujur saja. Aku tergiur. Dengan kenyataan bahwa dari 13 orang temanku yang sudah lulus, baru 4 orang yang mendapat pekerjaan, tawaran itu begitu menggiurkan. Bayangkan saja, teman-temanku yang sudah lulus saja kesulitan mencari kerja, tapi aku malah mendapat tawaran bahkan sebelum aku lulus. Bahkan aku bisa mulai bekerja sebelum aku sidang. OK, pekerjaannya tidak sehebat itu, tidak sebergengsi itu, tapi tetap saja... tidak semua orang mendapatkan kesempatan itu.<br /><br />Tapi pekerjaan itu ternyata full-time. Lima hari seminggu, pagi hingga sore. Artinya, aku tak akan bisa jadi dosen dulu. Dan kontrak kerjanya paling tidak setahun.<br /><br />Aku pun harus memilih. Menjadi dosen honorer dengan gaji superminim? Atau menjadi penginput data dengan gaji lumayan minim, dan mulai kerja paling cepat seminggu lagi?<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Aku tiba di persimpangan.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Aku tidak bisa memutuskan sendiri. Jadi kuputuskan berkonsultasi dengan kedua orang tuaku. Selama ini mereka memang mendukungku untuk menjadi dosen. Meskipun tanpa ijazah S2, aku hanya akan mulai sebagai dosen honorer. Aku berkonsultasi dengan mereka mengenai kehidupan pascakuliah. Sulitnya mencari pekerjaan, dan superminimnya gaji dosen honorer.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Ayahku bilang, beliau tidak setuju jika aku melanjutkan S2 di Unpad. Aku harus melanjutkan S2 di luar. Tapi itu pun harus beasiswa. Jelas beliau tidak akan membiayai kuliah S2-ku. Aku mungkin akan cukup lama jadi dosen honorer jika aku memutuskan langsung mendaftar. Atau sebaiknya aku kerja dulu saja, mengumpulkan uang? Aku menceritakan prospek menjadi penginput data, dengan fakta banyak temanku yang belum mendapat pekerjaan. Aku tak pernah menduga ayahku bisa sebijak itu...<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">”Sekarang, jangan pikir uang dulu. Jangan pikir uang dulu. Mana yang kamu mau?”<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Jawabanku tegas: menjadi seorang dosen.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">”Ya sudah. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kalo gitu ngapain kerja jadi penginput data?”<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Aku terdiam.<o:p></o:p></span></p><span style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;font-size:85%;" lang="FI" >”Kalo kamu jadi dosen, kerjanya kan nggak full time. Ada banyak waktu untuk bisa nyambi-nyambi, untuk bisa ngerjain proyek kamu sendiri, ...” ayahku melanjutkan dengan opininya mengenai keuntungan menjadi dosen honorer dibandingkan menjadi penginput data—tanpa keuntungan finansial tentunya. Ibuku menambahkan dengan kegembiraannya karena aku mau menjadi dosen, dan menyatakan betapa cocok aku dengan pekerjaan itu. Jadi, mereka bilang, mereka akan tetap mendukungku secara finansial, sementara aku sibuk berburu beasiswa dengan status sebagai staff pengajar honorer.<o:p></o:p></span> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kecemasanku akan ketidakpastian kehidupan pascakuliah surut banyak.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">”Kalo rencanamu jadi dosen, jangan lari-lari ke hal lain. </span><span style="font-size:85%;"><i style=""><span style="" lang="SV">Jangan korbankan rencana jangka panjang karena tergiur dengan rencana-rencana jangka pendek</span></i></span><span lang="SV" style="font-size:85%;">.”<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Aku tersenyum lebar. Ayahku tidak pernah punya pendidikan sebagai konselor pendidikan. <i style="">But he’s just the best</i>.<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Terima kasih ayah, terima kasih ibu. Sekarang aku lebih mantap melangkah ke masa depan :)<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Dan ayahku menambahkan: ”Tapi berarti selama kamu masih jadi dosen honorer, kamu belum bisa nikah.”<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">TIDAAAAAAAAAKKKKKKKKK!!!<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;">:D<o:p></o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span lang="FI" style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><br /></span></p><p style="font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;">Dedicated to: Mom and Dad, best parents in the world :)<o:p></o:p></span></p>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-87950617537016932432008-03-09T09:12:00.000-07:002008-03-09T09:55:17.361-07:00Mereka Datang dan Pergi<span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Mereka datang dan pergi. Orang-orang dalam hidupku.<br /><br />Tidak pernah menjadi soal sebenarnya. Hingga tiba-tiba aku membutuhkan uluran tangan, dan mendapati semua orang telah pergi. Pergi dengan caranya masing-masing.<br /><br />Aku pernah punya seorang sahabat. Ia tinggal tak jauh dariku sekarang. Namun salah satu di antara kami merasa kami terlalu dekat, lantas menjaga jarak. Sempat berkonflik. Dan kini jarak yang tercipta tak bisa dimusnahkan. Aku merindukannya. Ia masih memanggilku dan menghubungiku. Tapi kami tak pernah lagi berbicara banyak, kami tak pernah lagi menghabiskan waktu bersama. Sungguh, aku ingin berbagi banyak hal bersamanya, tapi ia sungguh asing kini. Dan aku takut menyakiti hatinya.<br /><br />Aku pernah punya seorang sahabat. Ia juga tinggal tak jauh dariku sekarang. Awalnya, aku merasa nyaman dengannya. Namun kemudian kudapati dirinya selalu menjaga jarak dariku. Ia tak pernah membiarkanku berjalan lebih dekat. Lebih sering kami jauh, dan saat-saat tertentu kami bisa begitu dekat. Saat-saat ketika kami bisa menjadi sangat terbuka dan saling berbagi banyak hal. Namun kemudian aku mengecewakannya dan ia marah padaku. Sungguh, aku masih ingin berbagi banyak hal bersamanya, tapi aku tak tahu kapan amarahnya berakhir. Jadi lebih baik kutinggalkan ia sendiri dulu.<br /><br />Aku pernah punya seorang sahabat. Kami sama-sama orang yang patah hati. Saat itu. Aku memahami penderitaannya, dan aku mencoba mengangkatnya dari kubangan lumpur. Ia menumpahkan seluruh uneg-unegnya padaku. Aku juga membagi beban-bebanku dengannya. Dan sesaat kami berjalan bersama. Namun tidak untuk waktu yang lama. Ia segera menemukan pengganti dan melanjutkan hidup. Aku memberinya selamat. Kami punya pilihan masing-masing dan kami berada di posisi yang berbeda kini. Sungguh, aku masih ingin berbagi dengannya, tapi kini ia sedang berbahagia, ia sedang mencurahkan seluruh perhatiannya untuk satu orang. Aku tak mau mengganggunya dengan keluhan-keluhanku.<br /><br />Aku pernah punya seorang sahabat. Kami kerap berbagi cerita tentang wanita. Bahkan kini pun, sesungguhnya, kami tengah tertimpa persoalan yang serupa. Tapi entah mengapa, ia begitu jauh kini. Ia tak pernah bercerita lagi padaku kini, kecuali jika kami berjumpa, hanya berdua, dan waktunya tepat. Sungguh, aku ingin sekali berbagi dengannya. Namun aku tahu, ia punya bebannya sendiri sekarang, juga dunianya; mungkin lain kali.<br /><br />Aku pernah punya seorang sahabat. Ia adalah orang yang ceria dan menyenangkan. Kami pernah saling menghilang, dan kami kembali saling menemukan. Aku merasa sangat nyaman bersamanya. Namun kemudian seseorang melukainya, dan kini ia memudar. Ia terlalu kesakitan untuk menganggap kehadiran orang-orang di sekitarnya, termasuk aku. Ia menjadi dingin dan banyak mengeluh. Sungguh, aku sangat ingin berbagi dengannya. Tapi kini ia sedang meresapi semua rasa sakitnya, dan menjauhkan diri dari dunia. Aku tak mau mengganggu proses kesembuhannya.<br /><br />Aku pernah punya sahabat-sahabat yang bisa menjadi tempat curahan hati. Namun, ketika aku membutuhkan mereka, aku mendapati mereka semua sedang pergi. Pergi dengan caranya masing-masing.<br /><br />Hanya Sang Puteri sendirilah yang tersisa. Yang bisa memuaskan kerinduan yang begitu dalam.<br /><br />Semoga saja, aku menjadi lebih kuat. Lebih kuat! Karena aku tak mau memuaskan kerinduanku hanya dengan Sang Puteri seorang. Ia takkan sanggup. Aku juga harus membaginya dengan banyak orang. Tapi mereka semua sedang pergi, pergi dengan caranya masing-masing. Dan aku tak bisa berharap mereka akan pulang.<br /><br />Aku tak mau memuaskan kerinduanku hanya dengan Sang Puteri seorang. Ia takkan sanggup. Namun aku juga tak bisa membaginya dengan orang lain sekarang. Jadi aku harus bisa mengatasi semua sisanya, seorang diri. Aku harus kuat berdiri sendiri, meskipun pahit dan sulit.<br /><br />Karena mereka datang dan pergi. Orang-orang dalam hidupku.<br /></span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-5595697324281109869.post-82298265519370622842008-03-06T04:50:00.000-08:002008-03-06T07:23:41.743-08:00Petang Tadi di McD Simpang<span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Petang tadi di McD Simpang. Aku menemani <span style="font-weight: bold;">Mio</span> berbuka puasa.<br /><br />Kami sama-sama dari seminar <span style="font-weight: bold;">Iroh</span>. Yang lainnya berkumpul untuk makan-makan di Bebek Borromeus. Tapi Mio ngidam McD, dan aku berjanji menemaninya. McD pilihan yang bagus, tempatnya <span style="font-style: italic;">cozy</span>, ramai, dan terang. Tidak akan ada yang berprasangka kami selingkuh.<br /><br />Mio memang sudah menikah. Dan aku salah satu pria terlama yang hadir dalam hidupnya. Kami sama-sama menyebutnya kutukan, tapi kami juga sama-sama mensyukurinya.<br /><br />Seperti biasanya, jika kami melewatkan waktu berdua, kami berbincang tentang masa lalu. Tentang masa SMP. Tentang masa di mana aku memujanya bak Dewi. Tentang ia yang selalu memberiku harapan besar... lalu tiba-tiba berpacaran dengan orang lain. Meninggalkanku dalam depresi yang mengerikan. Ialah pemegang rekor penyebab patah hatiku yang terlama. Dua tahun. Dua tahun yang penuh siksaan dan derita; air mata dan kemarahan.<br /><br />Membicarakannya sekarang seperti membicarakan kenangan indah yang layak diingat. Semanis kembang gula.<br /><br />Dulu aku tergila-gila padanya. Memang Mio seperti magnet. Ia menarik banyak laki-laki. Seperti kata <span style="font-weight: bold;">Neno</span>: memikat dengan menjadi dirinya sendiri. Tapi ia tak pernah menyukaiku. Ia pun bergonta-ganti pacar; dan aku harus tetap bersamanya, berkali-kali merasa remuk, hancur, dan tak berarti. Hingga akhirnya, akhir masa SMP itu, beberapa orang sahabatku mencuci otakku: <span style="font-style: italic;">she just doesn't deserve it</span>.<br /><br />Satu setengah tahun masa SMU pun kuhabiskan dengan membencinya. Dengan menjadikanku sendiri menonjol di antara kawanan. Tapi takdir berbicara lain: seolah kami ditakdirkan untuk tidak berpisah. Kelas 3 SMU kami sekelas. Dan setelah itu... kuliah pun bersama. Ya, kami bersama lagi. Dan semua penderitaan di masa lalu, kini hanya lelucon ringan di tengah makan malam.<br /><br />Ada banyak orang yang terlibat dalam kemelut hubungan kami sepanjang SMP. Ada Faldian, teman sebangkuku yang Mio lirik pertama kali. Ada Ari, sahabatku yang diam-diam juga menyukai Mio, lalu memanipulasi keadaan. Ada Masrul yang bisa menjadi pacar Mio dua kali dan selalu membuatku cemburu buta, meskipun ternyata ia sendiri tak pernah benar-benar bahagia. Ada Wawan yang selalu mengekor kami dan diam-diam juga menyukai Mio. Ada Nengrika, sahabat Mio yang tergila-gila padaku, lantas akhirnya jadi pelarianku dan aku malah menyakitinya. Ada Medi, sahabat Mio yang akhirnya mendukungku dan ikut-ikutan memusuhi Mio. Dan ada beberapa nama lain.<br /><br />Namun kini, hanya kami yang tersisa. Yang lain datang dan pergi, namun kami berdua tetap bersama. Hingga kini, hingga ia sudah menjadi seorang istri. Hingga kami makan berdua petang tadi di McD Simpang.<br /><br />"Tau nggak, Mi..." Aku berkata. "Gua ngerasa bersalah banget sama Nengrika. Dia berharap banyak sama gua, tapi gua malah jadiin dia pelarian. Sementara. Kadang gua mikir, semua penderitaan yang gua alamin sekarang, itu emang pantes buat gua... karena gua pernah memperlakukan orang-orang dengan jahat. Nengrika contohnya."<br /><br />"Penderitaan, ya..." Ia tersenyum. "Sekarang ngerti kan lo segimana ngerasa bersalahnya gua sama lo?"<br /><br />Aku mengangguk. "Ya... gua ngerti."<br /><br />"Jadi... gimana sama 'dia', sekarang?" Tanyanya.<br /><br />"'Dia'? Tenang aja Mi, dia blom ngalahin rekor lo. Dia masih <span style="font-style: italic;">runner-up</span> lah, bisa menjerat hati gua satu setengah tahun."<br /><br />Kami berdua tergelak.<br /><br />"Tau, nggak, kalian berdua tuh sebenernya cocok." Mio berkata lagi. "Gua bakal seneng banget kalo kalian emang jadi. Gua merhatiin kalo kalian bareng... wah lu tuh perhatian banget sama dia. <span style="font-style: italic;">So far</span> gua liat cuman dia yang bisa bikin lo sgitu perhatiannya... keliatan banget."<br /><br />"Masak, sih? Segitunya?"<br /><br />"Iya banget. Gua udah kenal lo lama kali. Berapa... sepuluh tahun?"<br /><br />"Ya... kira-kira. Sepuluh tahun." Aku menerawang. <span style="font-style: italic;">For God's sake... ten years</span>... aku mulai mengingat masa lalu. "Mana pernah kepikiran bahwa suatu hari, kita akan kayak gini. Bisa tetep bareng, makan di McD. Mungkin kalo dulu gua bisa lihat masa depan, n liat lo nikah sama orang laen... gua bunuh diri, kali, ya???"<br /><br />Dan kami sama-sama tergelak. Sungguh, ternyata penderitaan di masa lalu bisa menjadi cerita klasik yang hangat. Seperti secangkir kopi.<br /><br /></span></span><div style="text-align: center;"><span style="font-size:85%;">***<span style="font-family: trebuchet ms;"></span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"></span></span></div><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: trebuchet ms;"><br />Tidak bisa kumungkiri, kehadiran Mio dalam hidupku adalah anugrah tersendiri. Agaknya Tuhan mengabulkan permohonanku saat SMP dulu. Aku memohon agar tetap bisa bersamanya. Dan inilah yang terjadi: bahkan setelah kuhabiskan satu setengah tahun membencinya dan menjaga jarak darinya, pada akhirnya, kami bersama lagi. Namun bukan seperti yang kuharapkan dulu. Kami punya jalan masing-masing sekarang, dan kami masih bisa bersama. Orang-orang di sekeliling kami datang dan pergi, tapi kami selalu bersama. Selalu bersama.<br /><br />Sepuluh tahun. Ternyata menyenangkan memiliki orang yang mengenali kita begitu lama. Yang menyaksikan begitu banyak perkembangan kita, melalui tahun demi tahun. Dan itulah yang kami alami; kami menyaksikan satu sama lain berubah seiring dengan tahun yang silih berganti. Tak ada lagi yang bisa disembunyikan, kami saling mengenal dengan sangat baik. Begitu baik hingga berbagi apa pun terasa nyaman. Kami tidak hanya mengetahui sejarah masing-masing; kami menjalani sejarah itu bersama-sama. Dan kami telah sama-sama berkembang jauh. Baginya, aku tak lagi seaneh dulu. Bagiku, ia tak semenggoda dulu.<br /><br />Dan kami tertawa bersama.<br /><br />Petang tadi di McD Simpang. Kami berpisah di parkiran motor. Satu lagi momen kami lalui bersama, sambil berkaca ke masa lalu. Motornya pun meluncur keluar dari parkiran.<br /><br />"Mi!" Aku memanggilnya.<br /><br />Ia menoleh.<br /><br />"Salam buat suamimu."<br /><br /><br /><br />Dedicated to: Mio, the one who remains :)<br /></span></span>Rizal Affifhttp://www.blogger.com/profile/17372449157256319864noreply@blogger.com6