Rabu, 12 Maret 2008

Di Persimpangan

Sebuah telepon dari Rozar di sore hari mengejutkanku. Lebih mengejutkan lagi ketika ia menghubungi bukan untuk menagih buku-bukunya yang kupinjam. Ia menghubungiku untuk menawariku pekerjaan. Pekerjaan itu. Ternyata posisi yang tersedia adalah posisi penginput data. Gaji rendah, tapi jauh lebih tinggi daripada gaji dosen honorer. Dan ada kesempatan untuk meningkatkan karir.

Jujur saja. Aku tergiur. Dengan kenyataan bahwa dari 13 orang temanku yang sudah lulus, baru 4 orang yang mendapat pekerjaan, tawaran itu begitu menggiurkan. Bayangkan saja, teman-temanku yang sudah lulus saja kesulitan mencari kerja, tapi aku malah mendapat tawaran bahkan sebelum aku lulus. Bahkan aku bisa mulai bekerja sebelum aku sidang. OK, pekerjaannya tidak sehebat itu, tidak sebergengsi itu, tapi tetap saja... tidak semua orang mendapatkan kesempatan itu.

Tapi pekerjaan itu ternyata full-time. Lima hari seminggu, pagi hingga sore. Artinya, aku tak akan bisa jadi dosen dulu. Dan kontrak kerjanya paling tidak setahun.

Aku pun harus memilih. Menjadi dosen honorer dengan gaji superminim? Atau menjadi penginput data dengan gaji lumayan minim, dan mulai kerja paling cepat seminggu lagi?

Aku tiba di persimpangan.

Aku tidak bisa memutuskan sendiri. Jadi kuputuskan berkonsultasi dengan kedua orang tuaku. Selama ini mereka memang mendukungku untuk menjadi dosen. Meskipun tanpa ijazah S2, aku hanya akan mulai sebagai dosen honorer. Aku berkonsultasi dengan mereka mengenai kehidupan pascakuliah. Sulitnya mencari pekerjaan, dan superminimnya gaji dosen honorer.

Ayahku bilang, beliau tidak setuju jika aku melanjutkan S2 di Unpad. Aku harus melanjutkan S2 di luar. Tapi itu pun harus beasiswa. Jelas beliau tidak akan membiayai kuliah S2-ku. Aku mungkin akan cukup lama jadi dosen honorer jika aku memutuskan langsung mendaftar. Atau sebaiknya aku kerja dulu saja, mengumpulkan uang? Aku menceritakan prospek menjadi penginput data, dengan fakta banyak temanku yang belum mendapat pekerjaan. Aku tak pernah menduga ayahku bisa sebijak itu...

”Sekarang, jangan pikir uang dulu. Jangan pikir uang dulu. Mana yang kamu mau?”

Jawabanku tegas: menjadi seorang dosen.

”Ya sudah. Kalo gitu ngapain kerja jadi penginput data?”

Aku terdiam.

”Kalo kamu jadi dosen, kerjanya kan nggak full time. Ada banyak waktu untuk bisa nyambi-nyambi, untuk bisa ngerjain proyek kamu sendiri, ...” ayahku melanjutkan dengan opininya mengenai keuntungan menjadi dosen honorer dibandingkan menjadi penginput data—tanpa keuntungan finansial tentunya. Ibuku menambahkan dengan kegembiraannya karena aku mau menjadi dosen, dan menyatakan betapa cocok aku dengan pekerjaan itu. Jadi, mereka bilang, mereka akan tetap mendukungku secara finansial, sementara aku sibuk berburu beasiswa dengan status sebagai staff pengajar honorer.

Kecemasanku akan ketidakpastian kehidupan pascakuliah surut banyak.

”Kalo rencanamu jadi dosen, jangan lari-lari ke hal lain. Jangan korbankan rencana jangka panjang karena tergiur dengan rencana-rencana jangka pendek.”

Aku tersenyum lebar. Ayahku tidak pernah punya pendidikan sebagai konselor pendidikan. But he’s just the best.

Terima kasih ayah, terima kasih ibu. Sekarang aku lebih mantap melangkah ke masa depan :)

Dan ayahku menambahkan: ”Tapi berarti selama kamu masih jadi dosen honorer, kamu belum bisa nikah.”

TIDAAAAAAAAAKKKKKKKKK!!!

:D


Dedicated to: Mom and Dad, best parents in the world :)

7 komentar:

....WasiL.... mengatakan...

lho ??
emang lo mau merit dalam waktu dekat ??
kaya ga pernah denger rencana itu....
menjadi dosen menarik ko..
gw juga berpikir utk menjadi dosen, tapi ga saat ini..
gw harus mencari penghidupan yang layak dulu, baru akan kembali untuk mengabdi,
karena gw ga mau mengharapkan apapun dari profesi dosen selain kemajuan pendidikan kampus tercinta =)
mgkn suatu saat nanti kita bisa jadi rekan kerja ? ;)
1'll see ya in a couple of years.. =)
remind me okeh ?

Rizal Affif mengatakan...

Lha... bukan rencana. Tapi keinginan. I wanna get married as soon as possible...

Ternyata rencana gua berubah lagi. Dan tampaknya rencana kita akan serupa, meskipun ga sama. Gua menemui realita dan demi Dia gua mengubah lagi plannya...

We call it adjustment, by the way :)

LuLu mengatakan...

zal..zal....
merit yak???

btw, buat akun gmail dulu ya?

Rizal Affif mengatakan...

Married? Yes, of course... tapi gataw kapan X'p

Anonim mengatakan...

tgl 23 Maret 2008 aja zal,

abis si Ivan... :D

Rizal Affif mengatakan...

Kalem Brother... gua gawe dulu.

Calon istri gua juga gawe dulu :D

Pokoknya lu pasti gua undang lah :p

Vuterlanik mengatakan...

Sepakat! Jangan korbankan rencana jangka panjang karena tergiur dengan rencana-rencana jangka pendek.

anyways, salam kenal.