Selasa, 15 Januari 2008

Preface: Bercermin dan Berefleksi

Sebenarnya saya sudah lama tertarik untuk menulis blog, saya juga sudah beberapa kali membuat posting di blog friendster, tapi kemudian saya berhenti dengan alasan sibuk untuk hal lain. Saat ini terutama, skripsi. Namun baru sekarang saya berpikir bahwa menulis blog bukan hanya merupakan sebuah kesenangan; ia adalah sebuah kebutuhan.

Seorang sahabat bernama Windu pernah mengatakan pada saya bahwa pengetahuan sesungguhnya berasal dari dalam, bukan dari luar. Saya ingat saya pernah tertawa pada ucapannya itu. Betapa solipsistik! Kalau pengetahuan berasal dari dalam, manusia pastilah jadi autis karena asyik dengan pikirannya sendiri dan bukan pada dunia obyektif! Begitu pikir saya saat itu.

Namun sekarang, harus saya akui, bahwa ia separuh benar. Setidaknya bagi saya. Insight pertama saya datang ketika saya mendalami fenomenologi eksistensial untuk skripsi saya. Tesis utama fenomenologi bahwa kesadaran bersifat intensional memberikan pemahaman bahwa aktifitas kesadaran dan obyek kesadaran merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Artinya, apa pun yang berada di luar sana bukanlah apa-apa kecuali kita menyadarinya. Artinya, pengetahuan pun tidak mungkin obyektif; ia menjadi pengetahuan karena adanya aktifitas kesadaran kita, faktor internal kita.

Insight berikutnya lebih mendalam dan lebih berpusat pada pengalaman pribadi. Beberapa saat yang lalu, dalam keadaan emosional yang remuk-redam, saya mencari ilmu ikhlas. Saya menghubungi banyak orang yang mungkin mengetahui jawabannya. Ternyata jawabannya bukan saya dapatkan dari orang-orang itu, tapi dari obrolan ringan dengan seorang teman saya yang bernama Gege. Memang orang-orang itu bisa menjelaskan pada saya apa itu ikhlas, tapi obrolan ringan dengan Gege-lah yang membuat saya bisa ikhlas. Dan saya segera sadar mengapa. Orang-orang yang saya hubungi memberikan atau menyuntikkan konsep-konsep atau pemahaman mereka mengenai keikhlasan dan untuk itu mereka jadi pengkhotbah yang menyampaikan pengetahuan eksternal pada saya. Gege, di sisi lain, hanya jadi tempat curhat yang bereaksi secara jujur terhadap kata-kata saya. Namun justru inilah nilai lebihnya; ketika Gege menjadi orang jujur dan bukan orang "bijak", ia tidak menjadi penceramah melainkan menjadi cermin. Ia tidak memberikan saya pengetahuan eksternal, tapi ia membuat saya bercermin pada diri saya sendiri dan berpaling pada refleksi untuk pengetahuan internal. Secara tidak langsung ia menyadarkan saya bahwa yang penting bukanlah pengetahuan dari luar sana, tapi apa yang bisa saya lihat pada diri saya sendiri.

Lagipula, pengetahuan dan kemampuan memang berbeda. Orang yang tahu prinsip-prinsip mengemudi belum tentu bisa mengemudi. Mengetahui konsep-konsep keikhlasan tidaklah cukup untuk membuat kita mampu ikhlas.

The Knight's Black Box adalah nama dari jurnal lama saya, tempat saya menyimpan berbagai macam pemikiran atas hidup sehari-hari. Saya ingat betapa benda itu bisa menjadi media refleksi yang sangat mengagumkan. Awalnya saya berniat "menghidupkannya" kembali ketika saya mulai terpikir untuk membuatnya menjadi blog. Tentu blog punya nilai satu tambah yang membuatnya menjadi media refleksi yang lebih hebat dibandingkan jurnal lama saya; ia memungkinkan orang lain seperti Anda untuk memberikan komentar. Artinya, jika jurnal lama saya bisa menjadi media refleksi bagi saya, maka harapan saya blog ini bisa menjadi media refleksi bagi saya dan Anda--bagi kita semua.

Selamat membaca. Selamat berefleksi. Dan jangan lupa berikan komentar Anda--supaya kita bisa saling bercermin :)

Salam,



- Rizal

Tidak ada komentar: