Kamis, 31 Januari 2008

"I Only Have Eyes. Not Heart"


Assalamualaikum
Jal,dah tau?Dr 29Jan-4Feb ada pamern buku di Landmark. Biasany Mizan ada doublediskon jm 2an.Sy sih pilih bsk k sana jam sgituan.C'mon!Hunting!

SMS pertama ke nomor GSM hari ini datang pukul 19:11. Dari seorang sahabat. Sebuah ajakan yang menarik. Aku juga berniat mencari buku-buku lain sekelas buku "Kitab Pengobatan"-nya Osho. Sebuah buku yang sangat menginspirasi. Aku menyambut ajakan itu dengan antusias sekaligus menanyakan siapa saja yang diajaknya. Ia pun menguraikan nama-nama, dan... ah, ada nama itu dalam list-nya. Nama yang sedikit saja membuatku panas.

Ohh... sm org itu y. "Dy" lg yg ngajakin?

Ternyata bukan. Tapi keengganan telah menyergapku. Orang itu, orang yang bisa mendapatkan perhatiannya. Orang yang bisa mendapat ajakannya untuk pergi. Huh, aku saja tidak pernah. Sial, aku cemburu. Apa yang akan terjadi kalau aku ikut besok? Apa yang harus kusaksikan? Menyaksikan keakraban mereka dari dekat dan merasakan diriku sendiri megap-megap tenggelam? Bodoh. Bodoh. Aku merasa malas. Sebaiknya aku mengasingkan diri saja, berubah menjadi tuli dan buta, agar dunia tetap sesederhana yang aku rasakan.

Kemudian aku terdiam. Demikiankah kehendakku?

Kalau diingat-ingat, aku antusias saat pertama kali mendapatkan ajakan itu. Itukah kehendakku? Atau, apakah itu hanya bentuk ketergantunganku pada lingkungan sosialku: aku ikut karena mereka yang mengajak? Sementara mencari buku itu hanya rasionalisasi? Argh, aku jadi bingung. Ketika aku merasa enggan dan merasa ingin mengasingkan diri saja, betulkah itu akibat pengaruh adanya "orang itu"? Atau sesungguhnya keputusanku untuk mengasingkan diri dulu merupakan kehendak asliku? Mengapa batasan antara kehendak dan pengaruh ketergantungan begitu tipis? Sulit untuk mengklasifikasikannya sekarang. Padahal, dengan kebebasan untuk memilih, aku ingin memilih kehendak dan melepaskan kebergantungan. Tetapi bagaimana aku bisa memilih kehendak, dan melepaskan kebergantungan, jika aku tak tahu betul mana yang mana?

Urusan begini membuat aku bertambah tumpul.

Kadang, ketika orang bercerita padaku mengenai kebingungannya dalam mengklasifikasikan sesuatu, aku selalu berkata bahwa yang terpenting adalah menjalaninya apa adanya ketimbang memikirkan dan mengklasifikasikannya. Namun dalam kasus ini, yang bagaimanakah yang menjalani apa adanya? Ikut atau tidak ikut?

How dilemmatic.

Mendadak aku teringat penjelasan dasar psikologi eksistensial mengenai kesehatan mental: semakin seseorang terbuka pada dunianya, semakin sehat orang yang bersangkutan. Jadi? Aku berpikir, awalnya aku memang antusias untuk ikut. Biarlah itu menjadi keputusanku. Lalu, apapun yang terjadi nanti, biarlah. Aku akan membiarkan diriku terbuka pada segala kemungkinan ketimbang mencoba menutup diri dan berpura-pura tidak tahu-menahu.

Aku jadi teringat insiden 30 Desember. Ketika aku dan "dia" bertengkar karena aku merasa dia membohongiku, dan itu tentang seseorang yang pernah begitu berarti baginya; seolah dibandingkan dirinya, bayangan pun aku bukan. Pertengkaran itu membuatku begitu enggan dan malas. Namun mundur juga bukan pilihan. Akan sangat bodoh jika aku tak datang dalam salah satu peristiwa terbesar dalam hidupnya hanya karena hal sesepele itu. Dan beberapa orang telah menggantungkan dirinya pada kehadiranku. Maka sore itu, sebelum berangkat, kuukir tato pada kedua lenganku:

I only have eyes.
Not heart


Sebuah tato yang bisa menolongku melalui semuanya dengan baik. Tidak bahagia, tapi juga tidak buruk. Tanpa hati, aku tak bisa merasa. Dan sepanjang waktu itu aku mendoktrin diriku sendiri dengan pesan itu. Aku tak punya hati. Aku hanya punya mata untuk melihat, untuk membidik, dan untuk memotret, menghasilkan foto-foto bagus untuk momen besar dalam hidupnya.

I only have eyes, not heart. Mungkin bisa kugunakan besok. Aku tak akan perlu merasakan banyak sakit saat aku menyaksikan mereka dalam keadaan yang tak kuharapkan--keadaan yang bisa membuatku cemburu. Aku hanya akan punya mata. Untuk melihat, mengincar, dan memilih buku-buku yang aku perlukan.

I only have eyes.
Not heart


Tidak ada komentar: